RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
SEKOLAH : SMPN 1 CIBATU KABUPATEN GARUT
MATA PELAJARAN : MATEMATIKA
KELAS/SEMESTER : IX / 1
ASPEK : GEOMETRI DAN PENGUKURAN
ALOKASI WAKTU : 2 X 40 MENIT
Standar Kompetensi
1. Memahami kesebangunan bangun datar dan penggunaannya dalam pemecahan masalah.
Kompetensi Dasar
1.1 Mengidentifikasi bangun-bangun datar yang sebangun.
1.2 Mengidentifikasi sifat-sifat dua segitiga yang sebangun.
Indikator :
1. Mendiskusikan dua bangun yang sebangun melalui model bangun datar.
2. Mengidentifikasi dua bangun datar yang sebangun.
3. Mengidentifikasi dua segitiga yang sebangun.
4. Menyebutkan sifat-sifat dua segitiga yang sebangun.
5. Menentukan perbandingan sisi-sisi dari dua segitiga yang sebangun.
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah program berjalan, siswa diharapkan mampu:
1. Mendiskusikan dua bangun yang sebangun melalui model bangun datar.
2. Mengidentifikasikan dua bangun datar yang sebangun.
3. Mengidetifikasikan dua segitiga yang sebangun.
4. Menyebutkan sifat-sifat dua segitiga yang sebangun.
5. Menentukan perbandingan sisi-sisi dari dua segitiga yang sebangun
6. Memecahkan masalah yang melibatkan kesebangun dua segitiga.
B. Materi Ajar
Bab 1 : Kesebangunan
C. Metode, Pendekatan, dan Model Pembelajaran
Metode : Penemuan dan penugasan
Pendekatan : Konstektual
Model Pembelajaran : Kooperatif type Jigsau
D. Langkah-langkah Pembelajaran
1. Pendahuluan:
a. Apersepsi
Mengingat sisi dan sudut pada bangun datar bersisi lurus
b. Motivasi
Guru memberikan sebuah pertanyaan:
• Apakah dua persegi panjang sebangun?
• Bagaimana dengan dua buah pesegi! Apakah pasti sebangun?
• Siswa diharapkan terinspirasi untuk menemukan syarat kesebangunan dua bangun datar.
2. Kegiatan Inti:
a. Siswa dikondisikan dalam beberapa kelompok diskusi dengan masing-masing kelompok terdiri dari 8 – 10 orang.
b. Siswa mendiskusikan dalam kelompok masing-masing sesuai tugas tiap kelompok dalam LKS yang diterimanya
c. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok lain menanggapinya.
d. Guru memberikan penilaian terhadap tiap kelompok sesuai dengan hasil pekerjaan dalam diskusinya dan penampilan tiap kelompok.
e. Setelah selesai presentasi untuk semua kelompok, tiap kelompok dengan bimbingan guru membuat kesimpulan-kesimpulan.
f. Sebagai refleksi, setiap siswa mengerjakan soal-soal secara individual yang berkaitan dengan permasalahan yang diberikan.
g. Guru memberikan penilaian untuk tiap siswa berdasarkan hasil yang diperolehnya.
h. Guru mengumumkan hasil yang diperoleh siswa , baik hasil diskusi dalam kelompok maupun hasil yang diperoleh secara individu.
3. Penutup:
a. Dengan bimbingan guru, siswa diminta untuk membuat rangkuman.
b. Siswa dan guru melakukan refleksi terhadap kesulitan-kesulitan yang masih dialami dan bagaimana cara menemukan pemecahannya.
c. Guru memberikan pekerjaan rumah yang berkaitan dengan materi kesebangunan.
E. Alat dan Sumber Belajar
1. Alat dan Bahan
Model persegi panjang, persegi, segitiga, dan segilima.
2. Buku Siswa Bab 1: Bangun-bangun yang sebangun, LKS
F. Penilaian
Jenis tagihan: tes, nontes (pengamatan/observasi)
Teknik: tertulis (kuis), unjuk kerja.
Bentuk instrumen: rubrik, soal uraian, daftar pertanyaan
Instrumen :
1. Segiempat ABCD sebangun dengan segiempat PQRS. Panjang sisi dari segiempat ABCD berturut-turut adalah 6 cm, 10 cm, 12 cm, dan 14 cm. Jika panjang sisi terpendek dari segiempa PQRS adalah 9 cm, tentukan:
a. Paktor skala
b. Panjang sisi yang lain pada segiempat PQRS
c. Keliling segiempat PQRS
d. Perbandingan keliling ABCD dan PQRS
2. Dalam ABC dan DEF diketahui AB = 5 cm, BC = 8 cm, AC = 6 cm, DE = 15 cm, EF = 24 cm, dan DF = 18 cm. Jelaskan apakah ABC dan DEF sebangun?. Tuliskan pasangan sudut yang sama besar!
3. Dalam ABC dan PQR diketahui besar A = 460, B = 700, P = 460, dan R = 640. Jelaskan apakah ABC dan PQR sebangun?. Tulis pasangan sisi-sisi yangseletak sebanding
4. Pada gambar dibawah, A = 550, AB = 5 cm, AC = 4 cm, Q = 550, PQ = 7,5 cm dan QR = 6 cm. Jelaskan bahwa ABC dan PQR sebangun!
5. Dalam ABC dan PQR diketahui A = P, B = Q, dan C = R. Garis AE dan PS masing-masing membagi A dan P sama besar, sehingga memotong BC di titik E dan memotong QR di S. Buktikan bahwa ABC dan PQR sebangun
RUBRIK PENILAIAN KINERJA
Kompetensi Dasar
1.1 Mengidentifikasi bangun-bangun yang sebangun
1.2 Sifat-sifat dua segitiga sebangun.
Indikator :
1. Mengidentifikasi bangun-bangun yang sebangun.
2. Menggambar dua segitiga jika diketahui panjang sisi-sisi pada dua segitiga sebagai syarat dua segitiga sebangun.
3. Menggambar dua segitiga melalui perpotongan dua tali busur pada sebuah lingkaran yang berimplikasi sudut-sudut yang seletaknya sama besar sebagai syarat dua segitiga sebangun.
4. Menggambar segitiga jika diketahui sebuah sudut dan dua sisi yang mengapit sudut yang sama besar, sebagai syarat dua segitiga sebangun.
No. Kelom pok
Nilai Penggunaan Alat/bahan/Materi yang dibahas
Nilai Prosedur kerja/ penyelesaian Nilai Ketepatan Hasil Kerja/ jawaban
Nilai Pelaporan (Presentasi)
Rata-rata Nilai
1 I
2 II
3 III
4 IV
Kriteria Penilaian:
85 – 100 : dapat menggunakan alat/bahan/materi yang dibahas dengan baik, prosedur kerja atau langkah penyelesaian tepat, hasil kerja tepat (benar), pelaporan atau presentasi baik.
70 – 84 : kurang dapat menggunakan alat/bahan/materi yang dibahas dengan
baik, prosedur kerja atau langkah penyelesaian kurang tepat, hasil
kerja kurang tepat, pelaporang atau presentasi kurang baik.
50 – 69 : kurang baik menggunakan alat/bahan/materi yang sudah dibahas,
prosedur kerja atau langkah penyelesaian tidak tepat, hasil kerja
tidak tepat, pelaporan tidak tepat.
Mengetahui Yogyakarta, Nopember 2008
Kepala Sekolah Guru Mata pelajaran
Ade Tatang M
NIP: ........................ NIM 08301289013
KELOMPOK I
Nama : ....................... Tanggal, ........................
KELOMPOK 2
Nama : ....................... Tanggal, ........................
KELOMPOK 3
Nama : ....................... Tanggal, ........................
KELOMPOK 4
Nama : ....................... Tanggal, ........................
LEMBAR KEGIATAN SISWA
(LKS)
KELOMPOK 4
Selasa, 13 Januari 2009
MAKALAH
USAHA GURU DALAM MELIBATKAN SISWA
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
ANTARA TEORI DAN PENGALAMAN
Oleh: Ade Tatang M
A. Pendahuluan
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga salah tugas pada mata kuliah perencanaan pembelajaran matematika dapat diselesaikan. Gagasan yang menjadi fokus perhatian dalam tulisan adalah tentang suatu usaha guru dalam melibatkan siswa dalam pembelajaran matematika antara teori dan pengalaman.
Gagasan dan pemikiran yang dicoba disajikan dalam tulisan ini tidak hanya berdasarkan kajian teoritis saja, tetapi didasarkan pula pada realita dari berbagai temuan dan pengalaman dalam berinteraksi selama bertahun-tahun menjadi guru matematika. Namun tentu saja penyajian tulisan ini tidak bermaksud menggurui siapapun, tetapi hanyalah bersifat mengidentifikasi masalah-masalah yang mendasar dan alternatif solusinya yang dipandang strategis.
Selain itu, melalui tulisan ini mudah-mudahan menjadi suatu bekal pengalaman yang berharga bagi penulis dalam membangun profesionalime sebagai guru yang mandiri.
B. Permasalahan
Jika kita sejenak merenung melakukan sebuah refleksi, mengkaji lingkungan kehidupan yang tak terpisahkan dengan dunia pendidikan termasuk pendidikan matematika, maka ada beberapa hal yang rasanya perlu dipahami dan disadari oleh kita, walaupun mungkin “menyesakan dada kita”, dan “kita harus berbuat apa?”, diantaranya: Secara makro, messo dan mikro banyak perbuatan-perbuatan pendidikan termasuk dalam pendidikan matematika yang inkonsisten di antara fakta, kebijakan, teori maupun filsafahnya. Sebagai akibatnya dalam memilih kebijakan yang dianggap tepat, terbaik, paling bermanfaat, dan kemungkinan keterlaksnaannya menjadi tidak serasi atau inkonsistensi dengan keberadaan fakta-faktanya, teori yang dianutnya, dan tidak pula dengan falsafah sebagai esensi tentang teori, kebijakan dan fakta. Sistem pengelolaan birokrasi khususnya tentang pendidikan sering dilakukan bukan untuk menyelesaikan masalah, melainkan justru menambah masalah baru, sehingga permasalahan pendidikan semakin menggunung. Selain itu kualitas pendidikan kita yang masih rendah, atau mungkin “kualitas pendidikan terus menerus menurun. Menurut Syarif (Kepala BKKBN pusat) mengungkapkan bahwa IPM (HDI) RI pada tahun 2007 ini ada pada urutan ke-108 dari 117 negara berdasarkan penilaian UNDP, posisi Indonesia jauh lebih rendah dari Vietnam, Kamboja, bahkan Laos. (Pikiran Rakyat, 3 Mei 2007). Kondisi ini menunjukkan bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia, dan tentu saja termasuk bagaimana kualitas pendidikan matematikanya ?. Begitu juga secara internal atau secara khusus sudah kita ketahui bersama bahwa karakteristik matematika adalah deduktif, aksiomatik, formal, dan abstrak. Sedangkan keberadaan siswa di SD, SMP, dan sebagian besar di SMA tetap masih dipandang sebagai anak, bukan bentuk mikro orang dewasa. Namun mereka adalah individu yang potensial, sehingga dapat ditumbuhkembangkan secara optimal oleh pendidik atau guru sebagai manajer dalam pembelajaran matematika di kelas. Keberadaan kutub anak didik dan kutub matematika yang relatif berbeda merupakan peran dan tanggungjawab guru/ pendidik sebagai fasilitator dan motivator.
C. Usaha gruru dalam melibatkan siswa
1. Menerapkan Model Pembelajaran yang tepat
Joyce (1987) mengklasifikasikan pendekatan mengajar atas empat golongan, yaitu: (1) model interaksi sosial yang menekankan pada hubungan antara individu atau pengembangan kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain; (2) model pemrosesan-informasi, yaitu model yang mengacu pada cara manusia mengatasi rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, memahami masalah, mengembangkan konsep dan memecahkan masalah, dan menggunakan simbol-simbol verbal dan nonverbal; (3) model personal berorientasi pada pengembangan diri individu, yaitu, ditekankan pada proses yang mengarahkan individu membangun dan mengorganisasikan kenyataan yang unik; dan (4) model modifikasi tingkah laku dan cybernetic yang mengembangkan sistem efisien untuk tugas belajar yang runtut dan membentuk tingkah laku dengan memanipulasi penguatan.
Pada dasarnya kegiatan pembelajaan merupakan hasil kolaburasi antara tiga komponen pembelajaran utama, yakni siswa, kompetensi guru, dan fasilitas pembelajaran. Ketiga komponen tersebut pada akhirnya bermuara pada area proses dan model pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif dalam pembelajaran matematika antara lain memiliki nilai relevansi dengan pencapaian daya matematika dan memberi peluang untuk bangkitnya kreativitas guru. Kemudian berpotensi mengembangkan suasana belajar mandiri selain dapat menarik perhatian siswa dan sejauh mungkin memanfaatkan momentum kemajuan teknologi khususnya dengan mengoptimalkan fungsi teknologi informasi.
Agar tujuan pembelajaran Matematika dapat tercapai dengan maksimal, maka harus diupayakan agar semua siswa lebih mengerti dan memahami materi yang diajarkan daripada harus mengejar target kurikulum tanpa dibarengi pemahaman materi. Dalam prakteknya, pembelajaran berorientasi pada siswa ini dapat dilaksanakan dengan cara pendampingan siswa satu persatu atau per kelompok. Penjelasan materi dan contoh pengerjaan soal diberikan secara klasikal di depan kelas. Kemudian ketika siswa mengerjakan latihan soal guru (beserta asistennya) keliling untuk memperhatikan siswa secara personal. Tugas guru adalah membantu siswa agar dapat menyelesaikan tugasnya sampai benar. Siswa yang pandai akan mendapat perhatian yang kurang sementara siswa yang lemah akan mendapat perhatian yang lebih intensif.
Hal yang paling esensial ketika mendampingi (terutama bagi yang berkemampuan rendah) adalah menumbuhkan keyakinan dalam diri siswa bahwa saya (baca: siswa) bisa dan mampu mengerjakan soal. I can do it. Guru harus berusaha menghilangkan persepsi dalam diri siswa bahwa matematika itu sulit dan mengusahakan agar siswa memiliki pengalaman bahwa belajar matematika itu mudah dan menyenangkan. Kiranya model pembelajaran ini dapat berjalan efektif jikalau kapasitas siswa setiap ruang adalah berkisar 15 - 20 siswa. Tetapi jika lebih, maka pembelajaran model yang demikian tetap dapat berlangsung namun harus dibantu oleh beberapa guru atau asisten.
2. Melakukan Pengelolaan Kelas yang Tepat
Pada dasarnya kegiatan guru dikelas mencakup dua aspek utama, yaitu masalah pembelajaran dan masalah pengelolaan kelas. Seorang guru akan berhadapan pada suatu permasalahan baik masalah individu maupun masalah masalah kelompok.
a. Masalah Individu
Asumsi yang mendasari masalah individu adalah bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki atau merasa dirinya berguna dan dibutuhkan. Jika individu gagal dalam mendapatkannya, maka ia akan bertingkah laku secara berurutan dimulai dari yang paling ringan sampai denga yang paling berat.
b. Masalah Kelompok
Terdapat tujuh masalah kelompok yang berkaitan dngan pengelolaan kelas, yaitu: (1) Hubungan tidak harmonis, (2) Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok, (3) Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok, (4) Penerimaan kelompok atas tingkah laku yang menyimpang, (5) Penyimpangan anggota kelompok dari ketentuan yang ditetapkan, (6) Tidak memiliki teman, tidak mau bekerja, atau bertingkah laku yang negatif, (7) Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.
b. Selain mengetahui permasalahan secara individu maupun kelompok, juga dalam melakukan sebuah pengelolaan kelas harus di dasarkan pada suatu pendekatan yang tepat dalam menyelesaikannya, diantaranya: (1) Pendekatan Pengubahan tingka laku, ini didasarkan pada suatu teori yang mengatakan bahwa semua tingkah laku baik yang sesuai maupun tidak sesuai adalah hasil belajar. Pendekatan tingkah laku ini dibangun atas dasar keyakinan bahwa ada empat proses dalam belajar yang berlaku bagi semua orang pada semua tingkatan umur, yaitu: Penguatan positif, penghukuman, penghilangan, dan penguatan negatif. (2) Pendekatan Iklim Sosio Emosional, ini didasarkan pada suatu keyakinan bahwa pengelolaan kelas yang efektif merupakan fungsi dari hubungan yang positif antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa, dengan guru sebagai penentu utama hubungan interpersonal dan iklim kelas. (3) Pendekatan Proses Kelompok, ini mendasarkan pada prinsip-prinsip psikologi sosial dan dinamika kelompok. Empat asumsi dasar yang diadopsi dari pendekatan proses kelompok, yaitu: Kegiatan sekolah berlangsung dalam suasana kelompok, tugas pokok guru adalah mempertahankan dan mengembangkan suasana kelompok yang efektif dan produktif, kelas adalah suatu sistem sosial yang memiliki ciri-ciri sebagaimana yang dimiliki oleh sistem sosial masing-masing siswa, tugas pengelola kelas adalah mengembangkan dan mempertahankan kondisi yang dimaksud dan menggunakan sebuah prosedur dalam pananganannya, yaitu: (1) Tidakan Preventif, meliputi: Peningkatan kesadaran diri, Peningkatan kesadaran siswa, inisialisasi sikap tulus dari guru, mengenal dan menemukan suatu alternatif . (2) Tindakan Kuratif, meliputi: Pengidentifikasian, membuat rencana, menetapkan waktu pertemuan, menjelaskan maksud pertemuan, menunjukan bahwa guru pun bisa berbuat salah, guru berusaha membawa siswa pada masalahnya, dan bila pada pertemuan siswa tidak responsif guru dapat mengajak siswa untuk berdiskusi.
1. Karakteristik Siswa
Untuk dapat memperlancar proses belajar siswa, seorang guru perlu memperhatikan faktor yang terdapat pada diri siswa maupun faktor lingkungan yang perlu dimanipulasinya. Karakteristik siswa tersebut, meliputi:
a. Kemampuan Awal Siswa
Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa sebelum ia mengikuti pelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan. Kemampuan awal siswa penting untuk diketahui guru sebelum memulai pembelajaran, karena dengan demikian dapat diketahui apakah siswa telah mempunyai pengetahuan awal yang merupakan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran, sejauhmana siswa mengetahui materi apa yang akan disajikan. Kemampuan awal siswa dapat diukur melalui tes awal, interview, atau cara-cara lain yang cukup sederhana seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan secara acak dengan distribusi perwakilan siswa yang refresentatif.
b. Motivasi
Motivasi dapat didefinisikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Apabila siswa mempunyai motivasi yang tinggi, maka ia akan : (1) memperlihatkan minat dan mempunyai perhatian, (2) bekerja keras dan memberikan waktu pada usaha tersebut, (3) terus bekerja sampai tugas dapat diselesaikan.
Berdasarkan sumbernya motivasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Motivasi instrinsik, yaitu motivasi yang datang dari dalam diri siswa, dan motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar diri siswa.
Dibawah ini diberikan saran-saran bagaimana guru dapat meningkatkan motivasi bagi siswa, yaitu:
1. Setiap materi perlu dibuat menarik
2. Setiap proses pembelajaran diusahan untuk membuat siswa aktif
3. Menerapkan teknik-teknik modifikasi tingkah laku untuk membantu siswa bekerja keras.
4. Memberikan petunjuk dan indikator pencapaian yang jelas.
5. Memperhitungkan perbedaan kemampuan individualantar siswa, latar belakang, dan sikap siswa terhadap sekolah atau mata pelajaran.
6. Mengusahakan untuk memenuhi kebutuhan defisiensi siswa, yaitu kebutuhan fsikologis, rasa aman, diakui oleh kelompoknya, serta penghargaan dengan jalan: memperhatikan kondisi fisik siswa, memberi rasa aman, menunjukan bahwa guru memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar sehingga setiap siswa pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan, mengarahkan pengalaman belajar kekeberhasilan dan membuat siswa tingkat aspirasi yang realistik, mempunyai orientasi pada prestasi, serta mempunyai konsep diri yang positif.
7. Mengusahakan agar terbentuk kebutuhan untuk berprestasi, rasa percaya diri.
8. Membuat siswa ingin menerapkan apa yang telah dipelajari dan ingin belajar lebih banyak lagi.
c. Perhatian
Didalam proses belajar mengajar, perhatian merupakan paktor yang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan proses pembelajaran bagi siswa. Dengan perhatian dapat memuat siswa: mengarahkan diri ketugas yang akan diberikan, melihat masalah-masalah yang akan diberikan, memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal yang tidak relevan. Cara-cara yang dapat dipakai guru untuk dapat menarik perhtian bagi siswa antara lain: Mengetahui minat siswa, memberikan pengarahan, menjelaskan tujuan-tujuan belajar , mengadakan tes awal atau kuis.
d. Persepsi
Persesi merupakan suatu proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperolehnya dari lingkungannya. Hal-hal yang umum yang perlu diketahui oleh seorang guru mengenai persepsi, antara lain: makin tepat persepsi siswa mengenai sesuatu semakin mudah siswa untuk mengingatnya, pelajaran perlu menghindari adanya persepsi yang salah karena akan memberikan persepsi yang salah pula pada siswa tentang apa yang dipelajari, bila ada strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan dengan menggunakan alat peraga maka perlu diusahakan agar penggati benda tersebut mendekati aslinya.
e. Retensi
Retensi adalah kemampuan untuk mengingat materi yang telah dipelajari. Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: (1) yang dipelajari pada permulaan, (2) belajar melebihi penguasaan, dan (3) pengulangan dengan interval waktu.
Strategi yang dapat diterapkan guru untuk meningkatkan retensi siswa dalam pembelajaran, yaitu :
1. Mengetahui bahwa kekompleksan respon yang diinginkan masih berada dalam batas kemampuan siswa, dan masih berkisar pada apa yang telah dipelajari sebelumnya.
2. Memberikan latihan-latihan.
3. Membuat situasi belajar yang jelas dan spesifik.
4. Membuat situasi belajar yang relevan dan bermakna.
5. Memberikan penguatan terhadap respons siswa.
6. Memberikan latihan dan mengulang secara periodik.
7. Memberikan situasi belajar tambahan dimana siswa tidak hanya belajar materi baru.
8. Mencari peluang-peluang yang terdapat didalam situasi belajar baru.
9. Mengusahakan agar materi ajar yang dipelajari bermakna dan disusun dengan baik.
10. Memberikan resetasi karena guru akan meningkatkan praktik siswa.
f. Transfer
Transfer merupakan kemampuan untuk menggunakan apa yang dipelajari untuk menyelesaikan masalah-masalah baru, menjawab pertanyaan-pertanyaan baru, atau memfasilitasi pembelajaran materi pelajaran yang baru. Bentuk transfer dapat berupa: (1) transfer positif, yaitu pengalaman sebelumnya dapat membantu pembentukan penampilan siswa dalam tugas selanjutnya, (2) transfer negatif, artinya pengalaman sebelumnya justru menghambat penampilan didalam tugas baru, dan (3) ransfer nol, terjadi bila pengalaman masa lalu tidak mempengarui penampilan selanjutnya.
Beberapa upaya guru untuk meningkatkan transfer dalam pembelajaran, diantaranya:
1. Mengusahakan siswa benar-benar telah menguasai apa yang telah dipelajari sebelumnya.
2. Mengusahakan agar siswa aktif telibat dalam menemukan konsep.
3. Mengusahakan agar siswa dapat merencanakan sendiri kesempatan untuk melakukan tugasnya.
4. Memberikan tugas-tugas yang serupa agar siswa mendapat kesempatan untuk mengorganisasikan kembali pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan konsep atau teorema.
5. Mengusahakan agar pembelajaran yang diberikan merupakan sesuatu yang bermakna bagi siswa.
6. Memberikan sebanyak mungkin situasi baru, sehingga siswa akhirnya akan dapat mengadakan generalisasi tentang apa yang dipelajari.
g. Sikap
Sikap adalah keadaan internal seseorang yang dapat mempengaruhi tingkah laku terhadap suatu objek atau kejadian disekitarnya. Komponen sikap terdiri dari : (1) kognisi, pengetahuan, keyakinan, terhadap apa yang telah dipelajari, (2) afeksi, perasaan senang atau tidak senang, (3) perilaku, seperti berpikir kritis, logis, cermat, dll.
2. Karakteristik Guru
Kegiatan mengajar yang dilakukan guru berorientasi pada kemampuan kognitif, afektif, dan kemampuan psikomotor.
Dalam kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan yang meliputi:
a. Kompetensi Psikologis
Faktor yang turut menentukan suatu keberhasilan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran merupakan tugas guru yaitu keterbukaan fsikologis guru. Keterbukaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai panutan bagi siswa. Ditinjau dari sudut fungsi dan signifikasinya, keterbukaan psikologis merupakan karakteristik kepribadian yang penting bagi guru dala hubungannya sebagai pengarah belajar.
b. Kompetensi Kognitif
Kompetensi kognitif merupakan konpetensi utama yang harus dimiliki oleh setiap guru profesional. Terkait dengan tugas dan profesi sebagai guru, kompetensi kognitif merupakan pengetahuan, dalam hal ini mencakup: (1) kategori pengetahuan kependidikan dan keguruan, (2) kategori pengetahuan dalam bidang studi, meliputi: ilmu pendidikan, psikologi pendidikan, psikologi perkembangan anak, psikologi social, dan administrasi pendidikan. Sedangkan pengetahuan pendidikan meliputi: metode mengajar, kajian kurikulum, media pembelajaran, teknik evaluasi, dan keterampilan mengajar. Selain pengetahuan terhadap bidang studi, wawasan yang luas tentang pengetahuan umum lainnya oleh guru, akan sangat membantu guru dalam mengelola suatu pembelajaran.
c. Kompetensi Afektif
Kemampuan afektif guru bersifat tertutup dan abstrak, sehingga sangat sukar untuk mengidentifikasi. Kompetensi afektif meliputi seluruh fenomena perasaan dan emosi seperti halnya: cinta, benci, senang, sedih, serta sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain. Sebagai pemberi layanan pada siswa, guru seyogyanya memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri, kompentensi ini akan cukup berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kualitas dan kuantitas layanan pada siswa.
d. Kompetensi Psikomotor
Kompetensi psikomotor meliputi keterampilan yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar. Keterampilan mengajar mencakup keterampilan ekspesi verbal dan non verbal tertentu yang direfleksikan guru ketika mengelola proses belajar mengajar. Dalam merefleksikan ekspresi verbal guru diharapkan trampil, fasih dan lancar berbicara baik ketika menyampaikan materi pelajaran maupun ketika menjawab pertanyaa-pertanyaan dari siswa. Keterampilan ekspresi nonverbal yang harus dikuasai guru antara lain: mendemonstrasikan materi pelajaran, memperagakan proses terjadinya sesuatu dengan alat peraga, mengoperasikan media pembelajaran, menulis dan memuat gambar di papan tulis.
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
ANTARA TEORI DAN PENGALAMAN
Oleh: Ade Tatang M
A. Pendahuluan
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga salah tugas pada mata kuliah perencanaan pembelajaran matematika dapat diselesaikan. Gagasan yang menjadi fokus perhatian dalam tulisan adalah tentang suatu usaha guru dalam melibatkan siswa dalam pembelajaran matematika antara teori dan pengalaman.
Gagasan dan pemikiran yang dicoba disajikan dalam tulisan ini tidak hanya berdasarkan kajian teoritis saja, tetapi didasarkan pula pada realita dari berbagai temuan dan pengalaman dalam berinteraksi selama bertahun-tahun menjadi guru matematika. Namun tentu saja penyajian tulisan ini tidak bermaksud menggurui siapapun, tetapi hanyalah bersifat mengidentifikasi masalah-masalah yang mendasar dan alternatif solusinya yang dipandang strategis.
Selain itu, melalui tulisan ini mudah-mudahan menjadi suatu bekal pengalaman yang berharga bagi penulis dalam membangun profesionalime sebagai guru yang mandiri.
B. Permasalahan
Jika kita sejenak merenung melakukan sebuah refleksi, mengkaji lingkungan kehidupan yang tak terpisahkan dengan dunia pendidikan termasuk pendidikan matematika, maka ada beberapa hal yang rasanya perlu dipahami dan disadari oleh kita, walaupun mungkin “menyesakan dada kita”, dan “kita harus berbuat apa?”, diantaranya: Secara makro, messo dan mikro banyak perbuatan-perbuatan pendidikan termasuk dalam pendidikan matematika yang inkonsisten di antara fakta, kebijakan, teori maupun filsafahnya. Sebagai akibatnya dalam memilih kebijakan yang dianggap tepat, terbaik, paling bermanfaat, dan kemungkinan keterlaksnaannya menjadi tidak serasi atau inkonsistensi dengan keberadaan fakta-faktanya, teori yang dianutnya, dan tidak pula dengan falsafah sebagai esensi tentang teori, kebijakan dan fakta. Sistem pengelolaan birokrasi khususnya tentang pendidikan sering dilakukan bukan untuk menyelesaikan masalah, melainkan justru menambah masalah baru, sehingga permasalahan pendidikan semakin menggunung. Selain itu kualitas pendidikan kita yang masih rendah, atau mungkin “kualitas pendidikan terus menerus menurun. Menurut Syarif (Kepala BKKBN pusat) mengungkapkan bahwa IPM (HDI) RI pada tahun 2007 ini ada pada urutan ke-108 dari 117 negara berdasarkan penilaian UNDP, posisi Indonesia jauh lebih rendah dari Vietnam, Kamboja, bahkan Laos. (Pikiran Rakyat, 3 Mei 2007). Kondisi ini menunjukkan bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia, dan tentu saja termasuk bagaimana kualitas pendidikan matematikanya ?. Begitu juga secara internal atau secara khusus sudah kita ketahui bersama bahwa karakteristik matematika adalah deduktif, aksiomatik, formal, dan abstrak. Sedangkan keberadaan siswa di SD, SMP, dan sebagian besar di SMA tetap masih dipandang sebagai anak, bukan bentuk mikro orang dewasa. Namun mereka adalah individu yang potensial, sehingga dapat ditumbuhkembangkan secara optimal oleh pendidik atau guru sebagai manajer dalam pembelajaran matematika di kelas. Keberadaan kutub anak didik dan kutub matematika yang relatif berbeda merupakan peran dan tanggungjawab guru/ pendidik sebagai fasilitator dan motivator.
C. Usaha gruru dalam melibatkan siswa
1. Menerapkan Model Pembelajaran yang tepat
Joyce (1987) mengklasifikasikan pendekatan mengajar atas empat golongan, yaitu: (1) model interaksi sosial yang menekankan pada hubungan antara individu atau pengembangan kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain; (2) model pemrosesan-informasi, yaitu model yang mengacu pada cara manusia mengatasi rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, memahami masalah, mengembangkan konsep dan memecahkan masalah, dan menggunakan simbol-simbol verbal dan nonverbal; (3) model personal berorientasi pada pengembangan diri individu, yaitu, ditekankan pada proses yang mengarahkan individu membangun dan mengorganisasikan kenyataan yang unik; dan (4) model modifikasi tingkah laku dan cybernetic yang mengembangkan sistem efisien untuk tugas belajar yang runtut dan membentuk tingkah laku dengan memanipulasi penguatan.
Pada dasarnya kegiatan pembelajaan merupakan hasil kolaburasi antara tiga komponen pembelajaran utama, yakni siswa, kompetensi guru, dan fasilitas pembelajaran. Ketiga komponen tersebut pada akhirnya bermuara pada area proses dan model pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif dalam pembelajaran matematika antara lain memiliki nilai relevansi dengan pencapaian daya matematika dan memberi peluang untuk bangkitnya kreativitas guru. Kemudian berpotensi mengembangkan suasana belajar mandiri selain dapat menarik perhatian siswa dan sejauh mungkin memanfaatkan momentum kemajuan teknologi khususnya dengan mengoptimalkan fungsi teknologi informasi.
Agar tujuan pembelajaran Matematika dapat tercapai dengan maksimal, maka harus diupayakan agar semua siswa lebih mengerti dan memahami materi yang diajarkan daripada harus mengejar target kurikulum tanpa dibarengi pemahaman materi. Dalam prakteknya, pembelajaran berorientasi pada siswa ini dapat dilaksanakan dengan cara pendampingan siswa satu persatu atau per kelompok. Penjelasan materi dan contoh pengerjaan soal diberikan secara klasikal di depan kelas. Kemudian ketika siswa mengerjakan latihan soal guru (beserta asistennya) keliling untuk memperhatikan siswa secara personal. Tugas guru adalah membantu siswa agar dapat menyelesaikan tugasnya sampai benar. Siswa yang pandai akan mendapat perhatian yang kurang sementara siswa yang lemah akan mendapat perhatian yang lebih intensif.
Hal yang paling esensial ketika mendampingi (terutama bagi yang berkemampuan rendah) adalah menumbuhkan keyakinan dalam diri siswa bahwa saya (baca: siswa) bisa dan mampu mengerjakan soal. I can do it. Guru harus berusaha menghilangkan persepsi dalam diri siswa bahwa matematika itu sulit dan mengusahakan agar siswa memiliki pengalaman bahwa belajar matematika itu mudah dan menyenangkan. Kiranya model pembelajaran ini dapat berjalan efektif jikalau kapasitas siswa setiap ruang adalah berkisar 15 - 20 siswa. Tetapi jika lebih, maka pembelajaran model yang demikian tetap dapat berlangsung namun harus dibantu oleh beberapa guru atau asisten.
2. Melakukan Pengelolaan Kelas yang Tepat
Pada dasarnya kegiatan guru dikelas mencakup dua aspek utama, yaitu masalah pembelajaran dan masalah pengelolaan kelas. Seorang guru akan berhadapan pada suatu permasalahan baik masalah individu maupun masalah masalah kelompok.
a. Masalah Individu
Asumsi yang mendasari masalah individu adalah bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki atau merasa dirinya berguna dan dibutuhkan. Jika individu gagal dalam mendapatkannya, maka ia akan bertingkah laku secara berurutan dimulai dari yang paling ringan sampai denga yang paling berat.
b. Masalah Kelompok
Terdapat tujuh masalah kelompok yang berkaitan dngan pengelolaan kelas, yaitu: (1) Hubungan tidak harmonis, (2) Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok, (3) Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok, (4) Penerimaan kelompok atas tingkah laku yang menyimpang, (5) Penyimpangan anggota kelompok dari ketentuan yang ditetapkan, (6) Tidak memiliki teman, tidak mau bekerja, atau bertingkah laku yang negatif, (7) Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.
b. Selain mengetahui permasalahan secara individu maupun kelompok, juga dalam melakukan sebuah pengelolaan kelas harus di dasarkan pada suatu pendekatan yang tepat dalam menyelesaikannya, diantaranya: (1) Pendekatan Pengubahan tingka laku, ini didasarkan pada suatu teori yang mengatakan bahwa semua tingkah laku baik yang sesuai maupun tidak sesuai adalah hasil belajar. Pendekatan tingkah laku ini dibangun atas dasar keyakinan bahwa ada empat proses dalam belajar yang berlaku bagi semua orang pada semua tingkatan umur, yaitu: Penguatan positif, penghukuman, penghilangan, dan penguatan negatif. (2) Pendekatan Iklim Sosio Emosional, ini didasarkan pada suatu keyakinan bahwa pengelolaan kelas yang efektif merupakan fungsi dari hubungan yang positif antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa, dengan guru sebagai penentu utama hubungan interpersonal dan iklim kelas. (3) Pendekatan Proses Kelompok, ini mendasarkan pada prinsip-prinsip psikologi sosial dan dinamika kelompok. Empat asumsi dasar yang diadopsi dari pendekatan proses kelompok, yaitu: Kegiatan sekolah berlangsung dalam suasana kelompok, tugas pokok guru adalah mempertahankan dan mengembangkan suasana kelompok yang efektif dan produktif, kelas adalah suatu sistem sosial yang memiliki ciri-ciri sebagaimana yang dimiliki oleh sistem sosial masing-masing siswa, tugas pengelola kelas adalah mengembangkan dan mempertahankan kondisi yang dimaksud dan menggunakan sebuah prosedur dalam pananganannya, yaitu: (1) Tidakan Preventif, meliputi: Peningkatan kesadaran diri, Peningkatan kesadaran siswa, inisialisasi sikap tulus dari guru, mengenal dan menemukan suatu alternatif . (2) Tindakan Kuratif, meliputi: Pengidentifikasian, membuat rencana, menetapkan waktu pertemuan, menjelaskan maksud pertemuan, menunjukan bahwa guru pun bisa berbuat salah, guru berusaha membawa siswa pada masalahnya, dan bila pada pertemuan siswa tidak responsif guru dapat mengajak siswa untuk berdiskusi.
1. Karakteristik Siswa
Untuk dapat memperlancar proses belajar siswa, seorang guru perlu memperhatikan faktor yang terdapat pada diri siswa maupun faktor lingkungan yang perlu dimanipulasinya. Karakteristik siswa tersebut, meliputi:
a. Kemampuan Awal Siswa
Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa sebelum ia mengikuti pelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan. Kemampuan awal siswa penting untuk diketahui guru sebelum memulai pembelajaran, karena dengan demikian dapat diketahui apakah siswa telah mempunyai pengetahuan awal yang merupakan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran, sejauhmana siswa mengetahui materi apa yang akan disajikan. Kemampuan awal siswa dapat diukur melalui tes awal, interview, atau cara-cara lain yang cukup sederhana seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan secara acak dengan distribusi perwakilan siswa yang refresentatif.
b. Motivasi
Motivasi dapat didefinisikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Apabila siswa mempunyai motivasi yang tinggi, maka ia akan : (1) memperlihatkan minat dan mempunyai perhatian, (2) bekerja keras dan memberikan waktu pada usaha tersebut, (3) terus bekerja sampai tugas dapat diselesaikan.
Berdasarkan sumbernya motivasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Motivasi instrinsik, yaitu motivasi yang datang dari dalam diri siswa, dan motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar diri siswa.
Dibawah ini diberikan saran-saran bagaimana guru dapat meningkatkan motivasi bagi siswa, yaitu:
1. Setiap materi perlu dibuat menarik
2. Setiap proses pembelajaran diusahan untuk membuat siswa aktif
3. Menerapkan teknik-teknik modifikasi tingkah laku untuk membantu siswa bekerja keras.
4. Memberikan petunjuk dan indikator pencapaian yang jelas.
5. Memperhitungkan perbedaan kemampuan individualantar siswa, latar belakang, dan sikap siswa terhadap sekolah atau mata pelajaran.
6. Mengusahakan untuk memenuhi kebutuhan defisiensi siswa, yaitu kebutuhan fsikologis, rasa aman, diakui oleh kelompoknya, serta penghargaan dengan jalan: memperhatikan kondisi fisik siswa, memberi rasa aman, menunjukan bahwa guru memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar sehingga setiap siswa pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan, mengarahkan pengalaman belajar kekeberhasilan dan membuat siswa tingkat aspirasi yang realistik, mempunyai orientasi pada prestasi, serta mempunyai konsep diri yang positif.
7. Mengusahakan agar terbentuk kebutuhan untuk berprestasi, rasa percaya diri.
8. Membuat siswa ingin menerapkan apa yang telah dipelajari dan ingin belajar lebih banyak lagi.
c. Perhatian
Didalam proses belajar mengajar, perhatian merupakan paktor yang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan proses pembelajaran bagi siswa. Dengan perhatian dapat memuat siswa: mengarahkan diri ketugas yang akan diberikan, melihat masalah-masalah yang akan diberikan, memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal yang tidak relevan. Cara-cara yang dapat dipakai guru untuk dapat menarik perhtian bagi siswa antara lain: Mengetahui minat siswa, memberikan pengarahan, menjelaskan tujuan-tujuan belajar , mengadakan tes awal atau kuis.
d. Persepsi
Persesi merupakan suatu proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperolehnya dari lingkungannya. Hal-hal yang umum yang perlu diketahui oleh seorang guru mengenai persepsi, antara lain: makin tepat persepsi siswa mengenai sesuatu semakin mudah siswa untuk mengingatnya, pelajaran perlu menghindari adanya persepsi yang salah karena akan memberikan persepsi yang salah pula pada siswa tentang apa yang dipelajari, bila ada strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan dengan menggunakan alat peraga maka perlu diusahakan agar penggati benda tersebut mendekati aslinya.
e. Retensi
Retensi adalah kemampuan untuk mengingat materi yang telah dipelajari. Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: (1) yang dipelajari pada permulaan, (2) belajar melebihi penguasaan, dan (3) pengulangan dengan interval waktu.
Strategi yang dapat diterapkan guru untuk meningkatkan retensi siswa dalam pembelajaran, yaitu :
1. Mengetahui bahwa kekompleksan respon yang diinginkan masih berada dalam batas kemampuan siswa, dan masih berkisar pada apa yang telah dipelajari sebelumnya.
2. Memberikan latihan-latihan.
3. Membuat situasi belajar yang jelas dan spesifik.
4. Membuat situasi belajar yang relevan dan bermakna.
5. Memberikan penguatan terhadap respons siswa.
6. Memberikan latihan dan mengulang secara periodik.
7. Memberikan situasi belajar tambahan dimana siswa tidak hanya belajar materi baru.
8. Mencari peluang-peluang yang terdapat didalam situasi belajar baru.
9. Mengusahakan agar materi ajar yang dipelajari bermakna dan disusun dengan baik.
10. Memberikan resetasi karena guru akan meningkatkan praktik siswa.
f. Transfer
Transfer merupakan kemampuan untuk menggunakan apa yang dipelajari untuk menyelesaikan masalah-masalah baru, menjawab pertanyaan-pertanyaan baru, atau memfasilitasi pembelajaran materi pelajaran yang baru. Bentuk transfer dapat berupa: (1) transfer positif, yaitu pengalaman sebelumnya dapat membantu pembentukan penampilan siswa dalam tugas selanjutnya, (2) transfer negatif, artinya pengalaman sebelumnya justru menghambat penampilan didalam tugas baru, dan (3) ransfer nol, terjadi bila pengalaman masa lalu tidak mempengarui penampilan selanjutnya.
Beberapa upaya guru untuk meningkatkan transfer dalam pembelajaran, diantaranya:
1. Mengusahakan siswa benar-benar telah menguasai apa yang telah dipelajari sebelumnya.
2. Mengusahakan agar siswa aktif telibat dalam menemukan konsep.
3. Mengusahakan agar siswa dapat merencanakan sendiri kesempatan untuk melakukan tugasnya.
4. Memberikan tugas-tugas yang serupa agar siswa mendapat kesempatan untuk mengorganisasikan kembali pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan konsep atau teorema.
5. Mengusahakan agar pembelajaran yang diberikan merupakan sesuatu yang bermakna bagi siswa.
6. Memberikan sebanyak mungkin situasi baru, sehingga siswa akhirnya akan dapat mengadakan generalisasi tentang apa yang dipelajari.
g. Sikap
Sikap adalah keadaan internal seseorang yang dapat mempengaruhi tingkah laku terhadap suatu objek atau kejadian disekitarnya. Komponen sikap terdiri dari : (1) kognisi, pengetahuan, keyakinan, terhadap apa yang telah dipelajari, (2) afeksi, perasaan senang atau tidak senang, (3) perilaku, seperti berpikir kritis, logis, cermat, dll.
2. Karakteristik Guru
Kegiatan mengajar yang dilakukan guru berorientasi pada kemampuan kognitif, afektif, dan kemampuan psikomotor.
Dalam kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan yang meliputi:
a. Kompetensi Psikologis
Faktor yang turut menentukan suatu keberhasilan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran merupakan tugas guru yaitu keterbukaan fsikologis guru. Keterbukaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai panutan bagi siswa. Ditinjau dari sudut fungsi dan signifikasinya, keterbukaan psikologis merupakan karakteristik kepribadian yang penting bagi guru dala hubungannya sebagai pengarah belajar.
b. Kompetensi Kognitif
Kompetensi kognitif merupakan konpetensi utama yang harus dimiliki oleh setiap guru profesional. Terkait dengan tugas dan profesi sebagai guru, kompetensi kognitif merupakan pengetahuan, dalam hal ini mencakup: (1) kategori pengetahuan kependidikan dan keguruan, (2) kategori pengetahuan dalam bidang studi, meliputi: ilmu pendidikan, psikologi pendidikan, psikologi perkembangan anak, psikologi social, dan administrasi pendidikan. Sedangkan pengetahuan pendidikan meliputi: metode mengajar, kajian kurikulum, media pembelajaran, teknik evaluasi, dan keterampilan mengajar. Selain pengetahuan terhadap bidang studi, wawasan yang luas tentang pengetahuan umum lainnya oleh guru, akan sangat membantu guru dalam mengelola suatu pembelajaran.
c. Kompetensi Afektif
Kemampuan afektif guru bersifat tertutup dan abstrak, sehingga sangat sukar untuk mengidentifikasi. Kompetensi afektif meliputi seluruh fenomena perasaan dan emosi seperti halnya: cinta, benci, senang, sedih, serta sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain. Sebagai pemberi layanan pada siswa, guru seyogyanya memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri, kompentensi ini akan cukup berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kualitas dan kuantitas layanan pada siswa.
d. Kompetensi Psikomotor
Kompetensi psikomotor meliputi keterampilan yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar. Keterampilan mengajar mencakup keterampilan ekspesi verbal dan non verbal tertentu yang direfleksikan guru ketika mengelola proses belajar mengajar. Dalam merefleksikan ekspresi verbal guru diharapkan trampil, fasih dan lancar berbicara baik ketika menyampaikan materi pelajaran maupun ketika menjawab pertanyaa-pertanyaan dari siswa. Keterampilan ekspresi nonverbal yang harus dikuasai guru antara lain: mendemonstrasikan materi pelajaran, memperagakan proses terjadinya sesuatu dengan alat peraga, mengoperasikan media pembelajaran, menulis dan memuat gambar di papan tulis.
PENGELOLAAN KELAS
BERBAGAI MACAM PENGELOLAAN KELAS
DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP PENGEMBANGAN RPP
Oleh Ade Tatang M
A. Interaksi Pembelajaran dan Pengelolaan Kelas
Terkait dengan konsep belajar di sekolah formal, peranan guru sangat menentukan keberlangsungan proses belajar siswa. Pada saat ini, paradigma ‘guru mengajar’ berubah menjadi ‘ guru membelajarkan siswa’.
Selain masalah pembelajaran, masalah pengelolaan kelas menyimpan potensi dalam membangun interaksi pembelajaran yang kondusif dan efektif. Kegiatan-kegiatan pembelajaran yang didukung oleh bahan ajar, metode dan media, penilaian serta penguasaan guru terhadap materi secara optimal, belum merupakan jaminan keberhasilan bagi guru dalam mencapai tujuan pembelajaran.
B. Interaksi Belajar Mengajar
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada diri individu yang sedang belajar. Perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi perubahan pemahaman, pengetahuan, sikap, keterampilan, kebiasaan, dan apresiasi. Sedangkan yang dimaksud pengalaman dalam proses belajar adalah terjadinya interaksi antara individu dengan lingkungannya.
2. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran tidaklah sama maknanya dengan mengajar. Sesuai dengan paradigma baru memandang bahwa siswa bukan sebagai objek, tetapi siswa sebagai subjek dalam pembelajaran. Konsep matematika tidak dipandang sebagai barang jadi yang hanya menjadi bahan informasi untuk siswa. Namun guru diharapkan merancang pembelajaran, sehingga memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk berperan aktif dalam membangun konsep secara mandiri atau bersama-sama. Pembelajaran demikian , akan dapat menimbulkan rasa bangga pada diri siswa, menumbuhkan minat, rasa percaya diri, memupuk dan mengembangkan imajinasi dan daya cipta siswa.
3. Interaksi Belajar Mengajar
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Belajar mengacu pada apa yang dilakukan oleh siswa, sedangkan mengajar mengacu pada apa yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin belajar.
Apabila proses belajar mengajar dipandang sebagai proses, maka paling tidak ada empat asumsi yang dapat dikembangkan sebagai suatu pertanyaan, diantaranya: kemana proses tersebut akan dibawa?, apa yang menjadi isi proses belajar mengajar tersebut?, bagaimana cara melaksanakan proses tersebut?, dan sejauhmana proses itu telah berhasil.
Pertanyaan pertama berkenaan dengan tujuan proses belajar mengajar (standar kompetensi) yang diharapkan. Pertanyaan kedua mengenai isi dan bahan ajar. Pertanyaan ketiga terkait dengan aspek metode dan alat bantu pembelajaran. Pertanyaan keempat berkenaan dengan penilaian dalam pembelajaran. Interaksi guru dan siswa dibangun atas dasar keempat unsur diatas. Dalam interaksi tersebut, siswa diarahkan oleh guru untuk mencapai standar kompetensi melalui bahan ajar yang harus dipelajari oleh iswa dengan menggunakan metode dan alat bantu untuk kemudian dinilai ada tidaknya perubahan tingkah laku pada diri siswa.
C. Pengelolaan Kelas
1. Pengertian Pengelolaan kelas
Berbagai definisi tentang pengelolaan kelas yang dapat diterima oleh para ahli pendidikan, yaitu :
Pengelolaan kelas didefisnisikan sebagai:
a. Perangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan menguragkan tingkah laku yang tidak diinginkan.
b. Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio emosional kelas yang positif.
c. Seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif.
Dari ketiga definisi diatas, masing-masing mempunyai asumsi yang berbeda-beda. Para ahli menggabungkan ketiga dimensi itu menjadi definisi yang bersifat pluralistik, yaitu bahwa pengelolaan kelas sebagai seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan, menghubungkan interpersonal dan iklim sosio emosional yang positif serta mengembangkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif.
2. Masalah-masalah Pengelolaan Kelas
Pada dasarnya kegiatan guru dikelas mencakup dua aspek utama, yaitu masalah pembelajaran dan masalah pengelolaan kelas. Berdasarkan definisi didepan, maka seorang guru akan berhadapan masalah individu dan masalah kelompok. Untuk dapat menyelesaikan masalah pengelolaan kelas yang efektif, maka guru harus mampu: mengidetifikasikan masalah yang bersifat individu dan kelompok, memahami berbagai pendekatan untuk menyelesaikan suatu permasalahan dan memilih pendekatan yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut.
a. Masalah Individu
Asumsi yang mendasari masalah individu adalah bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki atau merasa dirinya berguna dan dibutuhkan. Jika individu gagal dalam mendapatkannya, maka ia akan bertingkah laku secara berurutan dimulai dari yang paling ringan sampai denga yang paling berat.
b. Masalah Kelompok
Terdapat tujuh masalah kelompok yang berkaitan dngan pengelolaan kelas, yaitu: (1) Hubungan tidak harmonis, (2) Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok, (3) Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok, (4) Penerimaan kelompok atas tingkah laku yang menyimpang, (5) Penyimpangan anggota kelompok dari ketentuan yang ditetapkan, (6) Tidak memiliki teman, tidak mau bekerja, atau bertingkah laku yang negatif, (7) Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.
3. Pendekatan-pendekatan Dalam Pengelolaan Kelas
a. Pendekatan Pengubahan tingka laku
Pendekatan pegubahan tingkah laku ini didasarkan pada suatu teori yang mengatakan bahwa semua tingkah laku baik yang sesuai maupun tidak sesuai adalah hasil belajar. Pendekatan tingkah laku ini dibangun atas dasar keyakinan bahwa ada empat proses dalam belajar yang berlaku bagi semua orang pada semua tingkatan umur, yaitu:
1. Penguatan positif
2. Penghukuman
3. penghilangan
4. Penguatan negatif
b. Pendekatan Iklim Sosio Emosional
Pendekatan ini didasarkan pada suatu keyakinan bahwa pengelolaan kelas yang efektif merupakan fungsi dari hubungan yang positif antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa, dengan guru sebagai penentu utama hubungan interpersonal dan iklim kelas.
c. Pendekatan Proses Kelompok
Pendekatan ini mendasarkan pada prinsip-prinsip psikologi sosial dan dinamika kelompok. Empat asumsi dasar yang diadopsi dari pendekatan proses kelompok, yaitu: (1) Kegiatan sekolah berlangsung dalam suasana kelompok, (2) Tugas pokok guru adalah mempertahankan dan mengembangkan suasana kelompok yang efektif dan produktif, (3) Kelas adalah suatu sistem sosial yang memiliki ciri-ciri sebagaimana yang dimiliki oleh sistem sosial masing-masing siswa, (4) Tugas pengelola kelas adalah mengembangkan dan mempertahankan kondisi yang dimaksud.
Beberapa aspek yang menyangkut pengelolaan kelas, yaitu:
1. Ekspektasi
Merupakan persepsi guru dan siswa berkenaan dengan hubungan mereka.
2. Kepemimpinan
Diartikan sebagai tingkah laku yang mendorong suatu kelompok bergerak kearah pencapaian tujuan yang dimaksud
3. Kemenarikan.
Tingkat hubungan persahabatan diantara anggota kelompok kelas
4. Norma
Adalah pedoman tentang cara berpikir, merasa dan bertingkah laku yang diakui bersama anggota kelompok.
5. Komunikasi
Komunikasi merupakan wahana yang memungkinkan terjadi interaksi yang bermakna pada anggota kelompok.
6. Keeratan
Berkaitan dengan rasa kebersamaan yang dimiliki oleh kelompok kelas
d. Prosedur Pengelolaa kelas
Prosedur pengelolaan kelas dapat berupa:
1. Tidakan Preventif
Tidakan ini meliputi: (1) Peningkatan kesadaran diri, (2) Peningkatan kesadaran siswa, (3) Inisialisasi sikap tulus dari guru, (4) Mengenal dan menemukan suatu alternatif
2. Tindakan Kuratif
Tindakan ini meliputi: (1) Pengidentifikasian, (2) Membuat rencana, (3) Menetapkan waktu pertemuan, (4) Menjelaskan maksud pertemuan, (5) Menunjukan bahwa guru pun bisa berbuat salah, (6) Guru berusaha membawa siswa pada masalahnya, dan (7) Bila pada pertemuan siswa tidak responsif, guru dapat mengajak siswa untuk berdiskusi.
Berdasarkan uraian diatas, adapun implikasi pengelolaan kelas terhadap pengembangan rencana program pembelajaran tergantung pada beberapa aspek, yaitu:
1. Karakteristik Siswa
Untuk dapat memperlancar proses belajar siswa, seorang guru perlu memperhatikan faktor yang terdapat pada diri siswa maupun faktor lingkungan yang perlu dimanipulasinya. Karakteristik siswa tersebut, meliputi:
a. Kemampuan Awal Siswa
Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa sebelum ia mengikuti pelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan. Kemampuan awal siswa penting untuk diketahui guru sebelum memulai pembelajaran, karena dengan demikian dapat diketahui apakah siswa telah mempunyai pengetahuan awal yang merupakan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran, sejauhmana siswa mengetahui materi apa yang akan disajikan. Kemampuan awal siswa dapat diukur melalui tes awal, interview, atau cara-cara lain yang cukup sederhana seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan secara acak dengan distribusi perwakilan siswa yang refresentatif.
b. Motivasi
Motivasi dapat didefinisikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Apabila siswa mempunyai motivasi yang tinggi, maka ia akan : (1) memperlihatkan minat dan mempunyai perhatian, (2) bekerja keras dan memberikan waktu pada usaha tersebut, (3) terus bekerja sampai tugas dapat diselesaikan.
Berdasarkan sumbernya motivasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Motivasi instrinsik, yaitu motivasi yang datang dari dalam diri siswa, dan motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar diri siswa.
Dibawah ini diberikan saran-saran bagaimana guru dapat meningkatkan motivasi bagi siswa, yaitu:
1. Setiap materi perlu dibuat menarik
2. Setiap proses pembelajaran diusahan untuk membuat siswa aktif
3. Menerapkan teknik-teknik modifikasi tingkah laku untuk membantu siswa bekerja keras.
4. Memberikan petunjuk dan indikator pencapaian yang jelas.
5. Memperhitungkan perbedaan kemampuan individualantar siswa, latar belakang, dan sikap siswa terhadap sekolah atau mata pelajaran.
6. Mengusahakan untuk memenuhi kebutuhan defisiensi siswa, yaitu kebutuhan fsikologis, rasa aman, diakui oleh kelompoknya, serta penghargaan dengan jalan: memperhatikan kondisi fisik siswa, memberi rasa aman, menunjukan bahwa guru memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar sehingga setiap siswa pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan, mengarahkan pengalaman belajar kekeberhasilan dan membuat siswa tingkat aspirasi yang realistik, mempunyai orientasi pada prestasi, serta mempunyai konsep diri yang positif.
7. Mengusahakan agar terbentuk kebutuhan untuk berprestasi, rasa percaya diri.
8. Membuat siswa ingin menerapkan apa yang telah dipelajari dan ingin belajar lebih banyak lagi.
c. Perhatian
Didalam proses belajar mengajar, perhatian merupakan paktor yang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan proses pembelajaran bagi siswa. Dengan perhatian dapat memuat siswa: mengarahkan diri ketugas yang akan diberikan, melihat masalah-masalah yang akan diberikan, memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal yang tidak relevan. Cara-cara yang dapat dipakai guru untuk dapat menarik perhtian bagi siswa antara lain: Mengetahui minat siswa, memberikan pengarahan, menjelaskan tujuan-tujuan belajar , mengadakan tes awal atau kuis.
d. Persepsi
Persesi merupakan suatu proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperolehnya dari lingkungannya. Hal-hal yang umum yang perlu diketahui oleh seorang guru mengenai persepsi, antara lain: makin tepat persepsi siswa mengenai sesuatu semakin mudah siswa untuk mengingatnya, pelajaran perlu menghindari adanya persepsi yang salah karena akan memberikan persepsi yang salah pula pada siswa tentang apa yang dipelajari, bila ada strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan dengan menggunakan alat peraga maka perlu diusahakan agar penggati benda tersebut mendekati aslinya.
e. Retensi
Retensi adalah kemampuan untuk mengingat materi yang telah dipelajari. Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: (1) yang dipelajari pada permulaan, (2) belajar melebihi penguasaan, dan (3) pengulangan dengan interval waktu.
Strategi yang dapat diterapkan guru untuk meningkatkan retensi siswa dalam pembelajaran, yaitu :
1. Mengetahui bahwa kekompleksan respon yang diinginkan masih berada dalam batas kemampuan siswa, dan masih berkisar pada apa yang telah dipelajari sebelumnya.
2. Memberikan latihan-latihan.
3. Membuat situasi belajar yang jelas dan spesifik.
4. Membuat situasi belajar yang relevan dan bermakna.
5. Memberikan penguatan terhadap respons siswa.
6. Memberikan latihan dan mengulang secara periodik.
7. Memberikan situasi belajar tambahan dimana siswa tidak hanya belajar materi baru.
8. Mencari peluang-peluang yang terdapat didalam situasi belajar baru.
9. Mengusahakan agar materi ajar yang dipelajari bermakna dan disusun dengan baik.
10. Memberikan resetasi karena guru akan meningkatkan praktik siswa.
f. Transfer
Transfer merupakan kemampuan untuk menggunakan apa yang dipelajari untuk menyelesaikan masalah-masalah baru, menjawab pertanyaan-pertanyaan baru, atau memfasilitasi pembelajaran materi pelajaran yang baru. Bentuk transfer dapat berupa: (1) transfer positif, yaitu pengalaman sebelumnya dapat membantu pembentukan penampilan siswa dalam tugas selanjutnya, (2) transfer negatif, artinya pengalaman sebelumnya justru menghambat penampilan didalam tugas baru, dan (3) ransfer nol, terjadi bila pengalaman masa lalu tidak mempengarui penampilan selanjutnya.
Beberapa upaya guru untuk meningkatkan transfer dalam pembelajaran, diantaranya:
1. Mengusahakan siswa benar-benar telah menguasai apa yang telah dipelajari sebelumnya.
2. Mengusahakan agar siswa aktif telibat dalam menemukan konsep.
3. Mengusahakan agar siswa dapat merencanakan sendiri kesempatan untuk melakukan tugasnya.
4. Memberikan tugas-tugas yang serupa agar siswa mendapat kesempatan untuk mengorganisasikan kembali pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan konsep atau teorema.
5. Mengusahakan agar pembelajaran yang diberikan merupakan sesuatu yang bermakna bagi siswa.
6. Memberikan sebanyak mungkin situasi baru, sehingga siswa akhirnya akan dapat mengadakan generalisasi tentang apa yang dipelajari.
g. Sikap
Sikap adalah keadaan internal seseorang yang dapat mempengaruhi tingkah laku terhadap suatu objek atau kejadian disekitarnya. Komponen sikap terdiri dari : (1) kognisi, pengetahuan, keyakinan, terhadap apa yang telah dipelajari, (2) afeksi, perasaan senang atau tidak senang, (3) perilaku, seperti berpikir kritis, logis, cermat, dll.
2. Karakteristik Guru
Kegiatan mengajar yang dilakukan guru berorientasi pada kemampuan kognitif, afektif, dan kemampuan psikomotor.
Dalam kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan yang meliputi:
a. Kompetensi Psikologis
Faktor yang turut menentukan suatu keberhasilan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran merupakan tugas guru yaitu keterbukaan fsikologis guru. Keterbukaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai panutan bagi siswa. Ditinjau dari sudut fungsi dan signifikasinya, keterbukaan psikologis merupakan karakteristik kepribadian yang penting bagi guru dala hubungannya sebagai pengarah belajar.
b. Kompetensi Kognitif
Kompetensi kognitif merupakan konpetensi utama yang harus dimiliki oleh setiap guru profesional. Terkait dengan tugas dan profesi sebagai guru, kompetensi kognitif merupakan pengetahuan, dalam hal ini mencakup: (1) kategori pengetahuan kependidikan dan keguruan, (2) kategori pengetahuan dalam bidang studi, meliputi: ilmu pendidikan, psikologi pendidikan, psikologi perkembangan anak, psikologi social, dan administrasi pendidikan. Sedangkan pengetahuan pendidikan meliputi: metode mengajar, kajian kurikulum, media pembelajaran, teknik evaluasi, dan keterampilan mengajar. Selain pengetahuan terhadap bidang studi, wawasan yang luas tentang pengetahuan umum lainnya oleh guru, akan sangat membantu guru dalam mengelola suatu pembelajaran.
c. Kompetensi Afektif
Kemampuan afektif guru bersifat tertutup dan abstrak, sehingga sangat sukar untuk mengidentifikasi. Kompetensi afektif meliputi seluruh fenomena perasaan dan emosi seperti halnya: cinta, benci, senang, sedih, serta sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain. Sebagai pemberi layanan pada siswa, guru seyogyanya memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri, kompentensi ini akan cukup berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kualitas dan kuantitas layanan pada siswa.
d. Kompetensi Psikomotor
Kompetensi psikomotor meliputi keterampilan yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar. Keterampilan mengajar mencakup keterampilan ekspesi verbal dan non verbal tertentu yang direfleksikan guru ketika mengelola proses belajar mengajar. Dalam merefleksikan ekspresi verbal guru diharapkan trampil, fasih dan lancar berbicara baik ketika menyampaikan materi pelajaran maupun ketika menjawab pertanyaa-pertanyaan dari siswa. Keterampilan ekspresi nonverbal yang harus dikuasai guru antara lain: mendemonstrasikan materi pelajaran, memperagakan proses terjadinya sesuatu dengan alat peraga, mengoperasikan media pembelajaran, menulis dan memuat gambar di papan tulis.
DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP PENGEMBANGAN RPP
Oleh Ade Tatang M
A. Interaksi Pembelajaran dan Pengelolaan Kelas
Terkait dengan konsep belajar di sekolah formal, peranan guru sangat menentukan keberlangsungan proses belajar siswa. Pada saat ini, paradigma ‘guru mengajar’ berubah menjadi ‘ guru membelajarkan siswa’.
Selain masalah pembelajaran, masalah pengelolaan kelas menyimpan potensi dalam membangun interaksi pembelajaran yang kondusif dan efektif. Kegiatan-kegiatan pembelajaran yang didukung oleh bahan ajar, metode dan media, penilaian serta penguasaan guru terhadap materi secara optimal, belum merupakan jaminan keberhasilan bagi guru dalam mencapai tujuan pembelajaran.
B. Interaksi Belajar Mengajar
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada diri individu yang sedang belajar. Perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi perubahan pemahaman, pengetahuan, sikap, keterampilan, kebiasaan, dan apresiasi. Sedangkan yang dimaksud pengalaman dalam proses belajar adalah terjadinya interaksi antara individu dengan lingkungannya.
2. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran tidaklah sama maknanya dengan mengajar. Sesuai dengan paradigma baru memandang bahwa siswa bukan sebagai objek, tetapi siswa sebagai subjek dalam pembelajaran. Konsep matematika tidak dipandang sebagai barang jadi yang hanya menjadi bahan informasi untuk siswa. Namun guru diharapkan merancang pembelajaran, sehingga memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk berperan aktif dalam membangun konsep secara mandiri atau bersama-sama. Pembelajaran demikian , akan dapat menimbulkan rasa bangga pada diri siswa, menumbuhkan minat, rasa percaya diri, memupuk dan mengembangkan imajinasi dan daya cipta siswa.
3. Interaksi Belajar Mengajar
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Belajar mengacu pada apa yang dilakukan oleh siswa, sedangkan mengajar mengacu pada apa yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin belajar.
Apabila proses belajar mengajar dipandang sebagai proses, maka paling tidak ada empat asumsi yang dapat dikembangkan sebagai suatu pertanyaan, diantaranya: kemana proses tersebut akan dibawa?, apa yang menjadi isi proses belajar mengajar tersebut?, bagaimana cara melaksanakan proses tersebut?, dan sejauhmana proses itu telah berhasil.
Pertanyaan pertama berkenaan dengan tujuan proses belajar mengajar (standar kompetensi) yang diharapkan. Pertanyaan kedua mengenai isi dan bahan ajar. Pertanyaan ketiga terkait dengan aspek metode dan alat bantu pembelajaran. Pertanyaan keempat berkenaan dengan penilaian dalam pembelajaran. Interaksi guru dan siswa dibangun atas dasar keempat unsur diatas. Dalam interaksi tersebut, siswa diarahkan oleh guru untuk mencapai standar kompetensi melalui bahan ajar yang harus dipelajari oleh iswa dengan menggunakan metode dan alat bantu untuk kemudian dinilai ada tidaknya perubahan tingkah laku pada diri siswa.
C. Pengelolaan Kelas
1. Pengertian Pengelolaan kelas
Berbagai definisi tentang pengelolaan kelas yang dapat diterima oleh para ahli pendidikan, yaitu :
Pengelolaan kelas didefisnisikan sebagai:
a. Perangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan menguragkan tingkah laku yang tidak diinginkan.
b. Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio emosional kelas yang positif.
c. Seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif.
Dari ketiga definisi diatas, masing-masing mempunyai asumsi yang berbeda-beda. Para ahli menggabungkan ketiga dimensi itu menjadi definisi yang bersifat pluralistik, yaitu bahwa pengelolaan kelas sebagai seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan, menghubungkan interpersonal dan iklim sosio emosional yang positif serta mengembangkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif.
2. Masalah-masalah Pengelolaan Kelas
Pada dasarnya kegiatan guru dikelas mencakup dua aspek utama, yaitu masalah pembelajaran dan masalah pengelolaan kelas. Berdasarkan definisi didepan, maka seorang guru akan berhadapan masalah individu dan masalah kelompok. Untuk dapat menyelesaikan masalah pengelolaan kelas yang efektif, maka guru harus mampu: mengidetifikasikan masalah yang bersifat individu dan kelompok, memahami berbagai pendekatan untuk menyelesaikan suatu permasalahan dan memilih pendekatan yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut.
a. Masalah Individu
Asumsi yang mendasari masalah individu adalah bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki atau merasa dirinya berguna dan dibutuhkan. Jika individu gagal dalam mendapatkannya, maka ia akan bertingkah laku secara berurutan dimulai dari yang paling ringan sampai denga yang paling berat.
b. Masalah Kelompok
Terdapat tujuh masalah kelompok yang berkaitan dngan pengelolaan kelas, yaitu: (1) Hubungan tidak harmonis, (2) Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok, (3) Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok, (4) Penerimaan kelompok atas tingkah laku yang menyimpang, (5) Penyimpangan anggota kelompok dari ketentuan yang ditetapkan, (6) Tidak memiliki teman, tidak mau bekerja, atau bertingkah laku yang negatif, (7) Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.
3. Pendekatan-pendekatan Dalam Pengelolaan Kelas
a. Pendekatan Pengubahan tingka laku
Pendekatan pegubahan tingkah laku ini didasarkan pada suatu teori yang mengatakan bahwa semua tingkah laku baik yang sesuai maupun tidak sesuai adalah hasil belajar. Pendekatan tingkah laku ini dibangun atas dasar keyakinan bahwa ada empat proses dalam belajar yang berlaku bagi semua orang pada semua tingkatan umur, yaitu:
1. Penguatan positif
2. Penghukuman
3. penghilangan
4. Penguatan negatif
b. Pendekatan Iklim Sosio Emosional
Pendekatan ini didasarkan pada suatu keyakinan bahwa pengelolaan kelas yang efektif merupakan fungsi dari hubungan yang positif antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa, dengan guru sebagai penentu utama hubungan interpersonal dan iklim kelas.
c. Pendekatan Proses Kelompok
Pendekatan ini mendasarkan pada prinsip-prinsip psikologi sosial dan dinamika kelompok. Empat asumsi dasar yang diadopsi dari pendekatan proses kelompok, yaitu: (1) Kegiatan sekolah berlangsung dalam suasana kelompok, (2) Tugas pokok guru adalah mempertahankan dan mengembangkan suasana kelompok yang efektif dan produktif, (3) Kelas adalah suatu sistem sosial yang memiliki ciri-ciri sebagaimana yang dimiliki oleh sistem sosial masing-masing siswa, (4) Tugas pengelola kelas adalah mengembangkan dan mempertahankan kondisi yang dimaksud.
Beberapa aspek yang menyangkut pengelolaan kelas, yaitu:
1. Ekspektasi
Merupakan persepsi guru dan siswa berkenaan dengan hubungan mereka.
2. Kepemimpinan
Diartikan sebagai tingkah laku yang mendorong suatu kelompok bergerak kearah pencapaian tujuan yang dimaksud
3. Kemenarikan.
Tingkat hubungan persahabatan diantara anggota kelompok kelas
4. Norma
Adalah pedoman tentang cara berpikir, merasa dan bertingkah laku yang diakui bersama anggota kelompok.
5. Komunikasi
Komunikasi merupakan wahana yang memungkinkan terjadi interaksi yang bermakna pada anggota kelompok.
6. Keeratan
Berkaitan dengan rasa kebersamaan yang dimiliki oleh kelompok kelas
d. Prosedur Pengelolaa kelas
Prosedur pengelolaan kelas dapat berupa:
1. Tidakan Preventif
Tidakan ini meliputi: (1) Peningkatan kesadaran diri, (2) Peningkatan kesadaran siswa, (3) Inisialisasi sikap tulus dari guru, (4) Mengenal dan menemukan suatu alternatif
2. Tindakan Kuratif
Tindakan ini meliputi: (1) Pengidentifikasian, (2) Membuat rencana, (3) Menetapkan waktu pertemuan, (4) Menjelaskan maksud pertemuan, (5) Menunjukan bahwa guru pun bisa berbuat salah, (6) Guru berusaha membawa siswa pada masalahnya, dan (7) Bila pada pertemuan siswa tidak responsif, guru dapat mengajak siswa untuk berdiskusi.
Berdasarkan uraian diatas, adapun implikasi pengelolaan kelas terhadap pengembangan rencana program pembelajaran tergantung pada beberapa aspek, yaitu:
1. Karakteristik Siswa
Untuk dapat memperlancar proses belajar siswa, seorang guru perlu memperhatikan faktor yang terdapat pada diri siswa maupun faktor lingkungan yang perlu dimanipulasinya. Karakteristik siswa tersebut, meliputi:
a. Kemampuan Awal Siswa
Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa sebelum ia mengikuti pelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan. Kemampuan awal siswa penting untuk diketahui guru sebelum memulai pembelajaran, karena dengan demikian dapat diketahui apakah siswa telah mempunyai pengetahuan awal yang merupakan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran, sejauhmana siswa mengetahui materi apa yang akan disajikan. Kemampuan awal siswa dapat diukur melalui tes awal, interview, atau cara-cara lain yang cukup sederhana seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan secara acak dengan distribusi perwakilan siswa yang refresentatif.
b. Motivasi
Motivasi dapat didefinisikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Apabila siswa mempunyai motivasi yang tinggi, maka ia akan : (1) memperlihatkan minat dan mempunyai perhatian, (2) bekerja keras dan memberikan waktu pada usaha tersebut, (3) terus bekerja sampai tugas dapat diselesaikan.
Berdasarkan sumbernya motivasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Motivasi instrinsik, yaitu motivasi yang datang dari dalam diri siswa, dan motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar diri siswa.
Dibawah ini diberikan saran-saran bagaimana guru dapat meningkatkan motivasi bagi siswa, yaitu:
1. Setiap materi perlu dibuat menarik
2. Setiap proses pembelajaran diusahan untuk membuat siswa aktif
3. Menerapkan teknik-teknik modifikasi tingkah laku untuk membantu siswa bekerja keras.
4. Memberikan petunjuk dan indikator pencapaian yang jelas.
5. Memperhitungkan perbedaan kemampuan individualantar siswa, latar belakang, dan sikap siswa terhadap sekolah atau mata pelajaran.
6. Mengusahakan untuk memenuhi kebutuhan defisiensi siswa, yaitu kebutuhan fsikologis, rasa aman, diakui oleh kelompoknya, serta penghargaan dengan jalan: memperhatikan kondisi fisik siswa, memberi rasa aman, menunjukan bahwa guru memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar sehingga setiap siswa pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan, mengarahkan pengalaman belajar kekeberhasilan dan membuat siswa tingkat aspirasi yang realistik, mempunyai orientasi pada prestasi, serta mempunyai konsep diri yang positif.
7. Mengusahakan agar terbentuk kebutuhan untuk berprestasi, rasa percaya diri.
8. Membuat siswa ingin menerapkan apa yang telah dipelajari dan ingin belajar lebih banyak lagi.
c. Perhatian
Didalam proses belajar mengajar, perhatian merupakan paktor yang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan proses pembelajaran bagi siswa. Dengan perhatian dapat memuat siswa: mengarahkan diri ketugas yang akan diberikan, melihat masalah-masalah yang akan diberikan, memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal yang tidak relevan. Cara-cara yang dapat dipakai guru untuk dapat menarik perhtian bagi siswa antara lain: Mengetahui minat siswa, memberikan pengarahan, menjelaskan tujuan-tujuan belajar , mengadakan tes awal atau kuis.
d. Persepsi
Persesi merupakan suatu proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperolehnya dari lingkungannya. Hal-hal yang umum yang perlu diketahui oleh seorang guru mengenai persepsi, antara lain: makin tepat persepsi siswa mengenai sesuatu semakin mudah siswa untuk mengingatnya, pelajaran perlu menghindari adanya persepsi yang salah karena akan memberikan persepsi yang salah pula pada siswa tentang apa yang dipelajari, bila ada strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan dengan menggunakan alat peraga maka perlu diusahakan agar penggati benda tersebut mendekati aslinya.
e. Retensi
Retensi adalah kemampuan untuk mengingat materi yang telah dipelajari. Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: (1) yang dipelajari pada permulaan, (2) belajar melebihi penguasaan, dan (3) pengulangan dengan interval waktu.
Strategi yang dapat diterapkan guru untuk meningkatkan retensi siswa dalam pembelajaran, yaitu :
1. Mengetahui bahwa kekompleksan respon yang diinginkan masih berada dalam batas kemampuan siswa, dan masih berkisar pada apa yang telah dipelajari sebelumnya.
2. Memberikan latihan-latihan.
3. Membuat situasi belajar yang jelas dan spesifik.
4. Membuat situasi belajar yang relevan dan bermakna.
5. Memberikan penguatan terhadap respons siswa.
6. Memberikan latihan dan mengulang secara periodik.
7. Memberikan situasi belajar tambahan dimana siswa tidak hanya belajar materi baru.
8. Mencari peluang-peluang yang terdapat didalam situasi belajar baru.
9. Mengusahakan agar materi ajar yang dipelajari bermakna dan disusun dengan baik.
10. Memberikan resetasi karena guru akan meningkatkan praktik siswa.
f. Transfer
Transfer merupakan kemampuan untuk menggunakan apa yang dipelajari untuk menyelesaikan masalah-masalah baru, menjawab pertanyaan-pertanyaan baru, atau memfasilitasi pembelajaran materi pelajaran yang baru. Bentuk transfer dapat berupa: (1) transfer positif, yaitu pengalaman sebelumnya dapat membantu pembentukan penampilan siswa dalam tugas selanjutnya, (2) transfer negatif, artinya pengalaman sebelumnya justru menghambat penampilan didalam tugas baru, dan (3) ransfer nol, terjadi bila pengalaman masa lalu tidak mempengarui penampilan selanjutnya.
Beberapa upaya guru untuk meningkatkan transfer dalam pembelajaran, diantaranya:
1. Mengusahakan siswa benar-benar telah menguasai apa yang telah dipelajari sebelumnya.
2. Mengusahakan agar siswa aktif telibat dalam menemukan konsep.
3. Mengusahakan agar siswa dapat merencanakan sendiri kesempatan untuk melakukan tugasnya.
4. Memberikan tugas-tugas yang serupa agar siswa mendapat kesempatan untuk mengorganisasikan kembali pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan konsep atau teorema.
5. Mengusahakan agar pembelajaran yang diberikan merupakan sesuatu yang bermakna bagi siswa.
6. Memberikan sebanyak mungkin situasi baru, sehingga siswa akhirnya akan dapat mengadakan generalisasi tentang apa yang dipelajari.
g. Sikap
Sikap adalah keadaan internal seseorang yang dapat mempengaruhi tingkah laku terhadap suatu objek atau kejadian disekitarnya. Komponen sikap terdiri dari : (1) kognisi, pengetahuan, keyakinan, terhadap apa yang telah dipelajari, (2) afeksi, perasaan senang atau tidak senang, (3) perilaku, seperti berpikir kritis, logis, cermat, dll.
2. Karakteristik Guru
Kegiatan mengajar yang dilakukan guru berorientasi pada kemampuan kognitif, afektif, dan kemampuan psikomotor.
Dalam kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan yang meliputi:
a. Kompetensi Psikologis
Faktor yang turut menentukan suatu keberhasilan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran merupakan tugas guru yaitu keterbukaan fsikologis guru. Keterbukaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai panutan bagi siswa. Ditinjau dari sudut fungsi dan signifikasinya, keterbukaan psikologis merupakan karakteristik kepribadian yang penting bagi guru dala hubungannya sebagai pengarah belajar.
b. Kompetensi Kognitif
Kompetensi kognitif merupakan konpetensi utama yang harus dimiliki oleh setiap guru profesional. Terkait dengan tugas dan profesi sebagai guru, kompetensi kognitif merupakan pengetahuan, dalam hal ini mencakup: (1) kategori pengetahuan kependidikan dan keguruan, (2) kategori pengetahuan dalam bidang studi, meliputi: ilmu pendidikan, psikologi pendidikan, psikologi perkembangan anak, psikologi social, dan administrasi pendidikan. Sedangkan pengetahuan pendidikan meliputi: metode mengajar, kajian kurikulum, media pembelajaran, teknik evaluasi, dan keterampilan mengajar. Selain pengetahuan terhadap bidang studi, wawasan yang luas tentang pengetahuan umum lainnya oleh guru, akan sangat membantu guru dalam mengelola suatu pembelajaran.
c. Kompetensi Afektif
Kemampuan afektif guru bersifat tertutup dan abstrak, sehingga sangat sukar untuk mengidentifikasi. Kompetensi afektif meliputi seluruh fenomena perasaan dan emosi seperti halnya: cinta, benci, senang, sedih, serta sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain. Sebagai pemberi layanan pada siswa, guru seyogyanya memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri, kompentensi ini akan cukup berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kualitas dan kuantitas layanan pada siswa.
d. Kompetensi Psikomotor
Kompetensi psikomotor meliputi keterampilan yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar. Keterampilan mengajar mencakup keterampilan ekspesi verbal dan non verbal tertentu yang direfleksikan guru ketika mengelola proses belajar mengajar. Dalam merefleksikan ekspresi verbal guru diharapkan trampil, fasih dan lancar berbicara baik ketika menyampaikan materi pelajaran maupun ketika menjawab pertanyaa-pertanyaan dari siswa. Keterampilan ekspresi nonverbal yang harus dikuasai guru antara lain: mendemonstrasikan materi pelajaran, memperagakan proses terjadinya sesuatu dengan alat peraga, mengoperasikan media pembelajaran, menulis dan memuat gambar di papan tulis.
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
BEBERAPA MODEL-MODEL PEMBELAJARAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
A. Pendahuluan
Selama bertahun–tahun telah banyak diteliti dan diciptakan bermacam-macam pendekatan mengajar. Pendekatan pengajaran yang diuraikan di dalam makalah ini didasarkan pada konsep model pengajaran yang pada awalnya dikembangakan oleh Bruce dan koleganya (Joyse, weill, da Showers, 1992). Joyse, weill, da Showers (1992) memberi nama tiap-tiap pendekatan suatu model pengajaran, meskipun salah satu dari beberapa istilah lain, seperti strategi pengajaran, metode pengajaran, atau prinsip pengajaran, telah digunakan. Istilah dipilih oleh Joyse, Weil, dan Showers digunakan untuk dua alasan penting.
Pertama, istilah mempunyai makna yang lebih luas dari pada suatu strategi, atau prosedur. Seperti yang telah digunakan disini istilah model pengajaran mencakup suatu pendekatan pengajaran yang luas dan menyeluruh. Misalnya, problem-based model of instruction (model pengajaran berbasis permasalahan), meliputi kelompok-kelompok kecil siswa bekerjasama memecahkan memecahkan suatu masalah yang telah disepakati bersama. Dalam model ini, siswa sering kali menggunakan bermacam-macam keterampilan dan prosedur pemecahan masalah dan berpikir kritis. Jadi, suatu model pengajaran dapat menggunakan sejumlah keterampilan metodologis dan prosedural, seperti merumuskan masalah, mengemukakan pertanyaan, melakukan penelitian, berdiskusi dan memperdebatkan temuan, bekerjasama secara kolaburatif, menciptakan karya seni, dan melakukan presentasi.
Istilah model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi atau prosedur tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah (1) rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Kedua, model pengajaran dapat berpungsi sebagai sarana komunikasi yang penting, apakah yang dibicarakan adalah tentang mengajar di kelas, mobil, atau praktek mengawas anak-anak. Model pengajaran diklasifikasiakan berdasarkan tujuan pembelajaranya, sintaksnya (pola urutan), dan sifat lingkungan belajarya. Penggunaan model pegngajaran tertentu memungkinkan guru dapat mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan bukan tujuan pembelajaran yang lain.
Sintaks suatu model pengajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran. Sintaks pembelajaran menunjukan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru atau siswa, urutan kegiatan-kegiatan tersebut, dan tugas-tugas khusus yang perlu dilakukan oleh siswa.
Sintaks dari bermacam-macam model pengajaran mempunyai komponen-komponen yang sama. Misalnya, boleh dikatakan bahwa semua pembelajaran diawali denag menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Demikian pula, setiap model pengajaran selalu mempunyai tahap “ menutup pembelajaran “ yang berisi merangkum pokok-pokok pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Namun, sintaks yang satu dengan yang lainnya juga mempunyai perbedaan. Misalnya, urutan tahap-tahap kegiatan pada pengajaran langsung berbeda dengan yang terdapat pada pembelajaran kooperatif. Perbedaan-perbedaan inilah, terutama yang berlangsung diantara pembukaan dan penutupan pembelajaran, yang harus dipahami oleh para guru jika model-model tersebut ingin dapat dilaksanakan dengan berhasil.
Setiap model memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang sedikit berbeda. Setiap pendekatan memberikan peran yang berbeda kepada siswa, pada ruang fisik, dan pada sistem sosial kelas. Belajar secara kooperatif, misalnya, memerlukan lingkungan belajar yang fleksibel yang meliputi tersedianya meja dan kursi yang mudah dipindahkan. Sebaliknya, kebanyakan pegajaran langsung dapat berjalan dengan optimal apabila para siswa duduk berhadap-hadapan dengan guru, yang sering kali berdiri di dekat papan tulis. Pada pengajaran langsung, siswa perlu tenang dan memperhatikan uraian serta segala sesuatu yang dilakukan oleh guru. Pada belajar kooperatif, para siswa perlu berkomunikasi antara yang satu dengan yang lainnya.
Arends dan para pakar pembelajaran yang lain, berpendapat bahwa tidak ada model pengjaran yang lebih baik daripada model pegajaran yang lain. Guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pengajaran, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sangat beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini.
Tidaklah cukup bagi guru hanya menggantungkan diri pada satu pendekatan atau metode pembelajaran. Bermodalkan kemampuan melaksanakan berbagai model pengajaran, guru dapat memilih model yang sangat baik untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu atau yang sangat sesuai dengan lingkungan belajar atau sekelompok siswa tertentu. Lagi pula, model berbeda dapat digunakan secara bersama. Misalnya, seorang guru dapat menggunakan pengajaran langsung untuk mengajarkan materi atau keterampilan baru, kemudian diikiuti oleh diskusi kelas untuk melatih siswa berpikir tentang tofik tersebut, lalu membagi siswa menjadi kelompok-kelompok belajar kooperatif, untuk menerapkan keterampilan yang baru diperolehnya dengan membangun pemahamannya sendiri tentang materi pelajaran.
Menguasai sepenuhnya model-model pengajaran yang banyak diterapkan merupakan proses belajar seumur hidup. Model pengajaran yang dimaksud ialah pengajarn langsung, belajar secara kooperatif, dan pengajaran berdasarkan masalah. Jika dipelajari dengan baik model-model pengajaran ini akan memenuhi kebutuhan para guru pada awal karir mengajarnya. Guru yang kreatif akan mengadaptasi model tersebut agar sesuai dengan situasi pembelajaran yang dihadapi. Tetapi perlu diingat, apabila seorang guru terlalu menyimpang dari suatu sintaks model atau lingkungan belajar yang diperlukan, dia tidak lagi menggunakan variasi dari model tersebut, dan tujuan pembelajarn yang dikehendaki mungkin sekali tidakakan tercapai.
B. Beberapa Model Pembelajaran
1. Pengajaran Langsung (Direct Intruction)
Pengajaran langsung merupakan suatu model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher center. Dalam menerapkan model pengajaran langsung, guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa secara langkah demi langkah. Karena dalam pembelajaran peran guru sangat dominan, maka guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi siswa.
a. Landasan Teoritik
Model Pengajaran Langsung bertumpu pada prinsif-prinsif psikologi perilaku dan teori belajar sosial, khususnya tentang pemodelan. Teori belajar sosial tentang pemodelan tingkah laku itu dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurutnya, belajar yang dialami manusia sebagian besar diperoleh dari suatu pemodelan, yaitu meniru perilaku dan pengalaman (keberhasilan dan kegagalan) orang lain.
b. Tujuan Hasil Belajar
Sebagian besar tugas guru ialah membantu siswa memperoleh pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Guru juga membantu siswa untuk memahami pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan tentang sesuatu.
Model pengajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Menghapal hukum atau rumus tertentu dalam bidang strudi matematika merupakan contoh pengetahuan deklaratif sederhana. Sedangkan, bagaimana cara mengoperasikan alat ukur dalam matematika merupakan contoh dari pengetahuan prosedural. Dalam banyak hal, penguasaan terhadap pengetahuan dasar prosedural dan deklaratif terdiri atas penguasaan kegiatan khusus dan kegiatan berurutan.
Selain model pengajaran langsung efektif untuk digunakan agar siswa menguasai suatu pengetahuan prosedural untuk pengetahuan deklaratif sederhana, model ini juga efektif untuk mengembangkan keterampilan belajar siswa. Beberapa keterampilan belajar siswa yang harus dikembangkan seperti menggarisbawahi, membuat catatan, dan membuat rangkuman.
c. Tingkah Laku Mengajar (Sintaks)
Pada model pengajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali pelajaran dengan pekerjaan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran dari guru.
Fase persiapan dan motivasi ini kemudian diikuti oleh presentasi materi ajar yang diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu. Pelajaran itu termasuk juga pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada fase pelatihan dan pemberian umpan balik tersebut, guru perlu selalu mencoba memberikan kesemparan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari ke dalam situasi kehidupan nyata. Rangkuman kelima fase tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
TABEL 1
SINTAKS MODEL PENGAJARAN LANGSUNG
FASE-FASE
PERILAKU GURU
Fase 1.
Menyiapkan tujuan dan mempersiapkan siswa Guru menjelaskan TPK, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar.
Fase 2.
Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan baru Guru mendemonstrasikan keterampilan yang benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
Fase 3.
Membimbing pelatihan Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal
Fase 4.
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan baik Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberikan unpan baik.
Fase 5.
Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.
d. Lingkungan Belajar Dan Sistem Pengelolaan
Pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelasaksanaan yang sangat hati-hati di pihak guru. Agar efektif, pengajaran langsung mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi didefinisikan secara seksama. Demonstrasi dan jadwal pelatihan juga harus direncanakan dan dilaksanakan secara seksama.
Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa, model ini terutama berpusat pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa, terutama melalui memperhatikan, mendengarkan, dan resitasi (Tanya jawab) yang terencana. Ini tidak berarti bahwa pembelajaran bersifat otoriter, dingin, dan tanpa humor. Ini berarti bahwa lingkungan belajar berorientasi pada tugas dan memberi harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik.
2. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif merupaka suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran.
a. Landasan Teoritik
Model Pembelajaran kooperatif ini dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif-konstruktifis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vygotshy, yaitu tentang penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Dia yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap kedalam individu tersebut. Implikasi dari teori Vygotsky ini dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif. Penerapan model pembelajaran kooperatif ini juga sesuai dengan yang dikehendaki oleh prinsif-prinsif CTL yaitu tentang learning community.
b. Tujuan Hasil Belajar Siswa
Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa-siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini melalui penggunaan pembelajaran kooperatif.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keunggulan baik pada siswa kelompok bawah maupun siswa kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa sekelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa sekelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat didalam materi tertentu.
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperetif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat dimana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam.
Semetara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk bekerja dalam situasi kooperatif.
c. Keterampilan Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilaan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibagun dengan mengemangkan komunikasi antara anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan denga membagi tugas antar kelompok selama kegiatan.
Keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Keterampilan Kooperatif Tingkat Awal, meliputi:
a. menggunakan kesepakatan
b. menghargai konstribusi
c. mengambil giliran dan berbagi tugas
d. berada dalam kelompok
e. berada dalam tugas
f. mendorong partisipasi
g. mengundang orang lain untuk berbicara
h. menyelesaikan tugas pada waktunya
i. menghormati perbedaan individu
2. Keterampilan Kooperatif Tingkat Menengah, meliputi:
a. menunjukan penghargaan dan simpati
b. mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima
c. mendengarkan dengan aktif
d. bertanya
e. memuat ringkasan
f. mengatur dan mengorganisir
g. menerima tanggung jawab
h. mengurangi ketegangan
3. Keterampilan kooperatif tingkat mahir, meliputi:
a. mengelaborasi
b. memeriksa dengan cepat
c. menayakan kebenaran
d. menetapkan tujuan
e. berkompromi
d. Tingkah Laku Mengajar (sintaks)
Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi; seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokan kedalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
Enam tahap pelajaran kooperatif itu dapat dilihat pada table 2.
TABEL 2
SINTAKS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
FASE-FASE
TINGKAH LAKU GURU
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi belajar siswa.
Fase 2
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6
Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
e. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Guru menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberikan kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu dalam kelompoknya. Jika pelajaran pembelajaran kooperatif ingin menjadi berhasil, maka materi pembelajaran yang lengkap harus tersedia di ruang guru atau di perpustakaan atau di pusat media. Keberhasilan juga menghendaki syarat dari menjauhkan kesalahan tradisional, yaitu secara ketat mengelola tingkah laku siswa dalam kerja kelompok.
Selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan kemampuan untuk membantu teman.
3. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction)
Secara garis besar PBI terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Peranan guru dalam PBI adalah mengajukan masalah, memfasilitasi penyelidikan dan dialog siswa, serta mendukung belajar siswa. PBI diorganisasikan di sekitar situasi kehidupan nyata yang menghindari jawaban sederhana dan mengundang berbagai pemecahan yang bersaing. Adapun ciri-ciri utama PBI meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah, suatu pemusatan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerja sama, serta menghasilkan karya dan peragaan.
a. Landasan Teoritik
Model pengajaran ini sangat efektif untuk mengajarkan proses-proses berpikir tingkat tinggi, membantu siswa memproses informasi yang telah dimilikinya, dan membantu siswa membangun sendiri pengetahuannya tentang dunia sosial dan fisik di sekelilingnya. Pengajaran berdasarkan permasalahan bertumpu pada psikologi kognitif dan pandangan para konstruktivis mengenai belajar. Model pengajaran ini juga sesuai dengan yang dikehendaki oleh prinsip-prinsip CTL, yaitu inkuiri, kontruktivisme, dan menekankan pada berpikir tingkat lebih tinggi.
b. Tujuan Hasil Belajar Siswa
PBI tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. PBI utamanya dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.
c. Tingkah Laku Mengajar (Sintaks)
PBI biasanya terdiri dari lima tahap utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Jika jangkauan masalahnya tidak terlalu kompleks, maka kelima tahapan tersebut mungkin dapat diselesaikan dalam waktu dua sampai tiga kali pertemuan. Namun untuk masalah-masalah yang kompleks mungkin akan membutuhkan setahun penuh untuk menyelesaikannya. Kelima tahapan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
SINTAKS MODEL PENGAJARAN BERDASARKAN PERMASALAHAN
FASE-FASE
TINGKAH LAKU GURU
Fase 1
Orientasi siswa kepada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Fase 3
Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Fase 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Fase 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
d. Lingkungan Belajar Dan Sistem Pengelolaan
Tidak seperti lingkungan belajar yang terstruktur secara ketat yang dibutuhkan untuk pelajaran langsung penggunaan yang hati-hati kelompok kecil pada pembelajaran kooperatif, lingkungan belajar dan system managemen pada PBI dicirikan oleh: terbuka, proses demokrasi, dan peran siswa aktif. Dalam kenyataan, keseluruhan proses membantu siswa untuk menjadi mandiri, siswa yang otonom yang percaya pada keterampilan intelektual mereka sendiri memerlukan keterlibatn aktif dalam lingkungan berorientasi inquiri yang aman secara intelektual. Meskipun guru dan siswa melakukan tahapan pembelajaran PBI yang terstruktur dan dapat diprediksi, norma di sekitar pelajaran adalah norma inquiri terbuka dan bebas mengemukakan pedapat. Lingkungan belajar menekankan pada peranan sentral siswa bukan guru.
C. Strategi-Strategi Belajar
1. Pengertian Strategi-strategi Belajar
Strategi belajar atau strategi kognitif merupakan alat untuk membantu siswa belajar dengan kemampuannya sendiri. Proses ini digunakan untuk membantu siswa “belajar bagaimana belajar”, yaitu bagaimana memahami, menyimpan, dan mengingat kembali keterampilan dan informasi.
2. Tujuan Pengajaran Strategi Belajar
Tujuan utama mengajar strategi belajar adalah untuk menghasilkan pebelajar yang dapat mengendalikan diri sendiri, yang didefinisikan sebagai individu yang dapat: 1) secara teliti mengdiagnosis suatu situasi pembelajaran tertentu, 2) memilih suatu strategi belajar untuk memecahkan suatu masalah belajar yang dihadapi, 3) memonitor keefektifan strategi tersebut, dan 4) cukup termotivasi untuk terlibat dalam situasi pembelajaran sampai tuntas.
3. Landasan Teoritik
Dukungan teoritis untuk strategi-strategi belajar terutama berasal dari teori pemprosesan informasi. Teori tersebut menekankan pentingnya pengetahuan awal dalam belajar. Landasan teoritik strategi belajar ini adalah teori pemprosesan informasi yang bersandar pada pemprosesan sebuah komputer sebagai sebuah analog untuk menjelaskan bagaimana otak bekerja.
Pengorganisasian awal merupakan suatu alat mengajar yang digunakan untuk mengaktifkan skemata di dalam memori jangka panjang yang berhubungan dengan informasi baru yang akan dipelajari. Karena lingkungan terdiri dari banyak rangsangan dan karena memori jangka pendek terbatas, membuat siswa tertarik kepada suatu pengetahuan tertentu adalah penting apabila dikehendaki pelajaran yang berhasil. Bagaimana cara untu membangkitkan perhatian siswa tersedia untuk menjadikan pelajaran berhasil.
4. Jenis-jenis Strategi Belajar
Strategi-strategi belajar dapat dibagi menjadi empat kateori, yaitu:
a. Strategi pengulangan
Strategi pengulangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu strategi pengulangan sederhana terdiri dari pengulangan informasi secara verbal dan strategi pengulangan kompleks terdiri dari penambahan sesuatu yangbermakna pada pengulangan verbal dan memerlukan upaya lebih jauh dari sekedar mengulang informasi.
b. Strategi elaborasi
Untuk membantu dalam proses pengembangan makna informasi baru dengan penambahan rincian dari penemuan hubungan-hubungan.
c. Strategi organisasi
Untuk meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan pembelajaran baru dengan menerapkan struktur pengorganisasian baru pada ide-ide sederhana dan kompleks
d. Strategi metakognitif
Berhubungan dengan berpikir siswa dengan berpikirnya sendiri dari kemampuannya untuk memonitor proses-proses kognitif.
D. Ikhtisar dan Perbandingan Model-model Pengajaran
Ciri-ciri Pengajaran Langsung Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Berdasarkan Masalah Strategi-strategi Belajar
Landasan Teori Psikologi perilaku, teori belajar sosial Teori belajar sosial, konstruktivis Teori kognitif, teori konstruktivis Teori pemprosesan informasi
Pengembangan Teori Bruner, Skiner Dewey, Vygotsky, Slavin, Piaget Dewey, Vygotsky, Piaget Bruner, Ausubel, Vygotsky,
Hasil Belajar Pengetahuan deklaratif dasar, keterampilan akademik Keterampilan akademik dan sosial Keterampilan akademik dan inquiri Keterampilan kognitif dan metakognitif
Ciri Pengajaran Prestasi dan demokrasi yang jelas dari materi ajar, analisis tugas dan tujuan perilaku Kerja kelompok dengan ganjaran kelompok dan struktur tugas Proyek berdasarkan inquiri yang dikerjakan dalam kelompok Pengajaran esiprokal
Karakteristik Lingkugan Terstruktur secara ketat, lingkungan berpusat pada guru Fleksibel demokratik, lingkungan berpusat pada guru Fleksibel, lingkungan berpusat pada inquiri Reflektif, menekankan pada belajar bagaimana belajar
A. Pendahuluan
Selama bertahun–tahun telah banyak diteliti dan diciptakan bermacam-macam pendekatan mengajar. Pendekatan pengajaran yang diuraikan di dalam makalah ini didasarkan pada konsep model pengajaran yang pada awalnya dikembangakan oleh Bruce dan koleganya (Joyse, weill, da Showers, 1992). Joyse, weill, da Showers (1992) memberi nama tiap-tiap pendekatan suatu model pengajaran, meskipun salah satu dari beberapa istilah lain, seperti strategi pengajaran, metode pengajaran, atau prinsip pengajaran, telah digunakan. Istilah dipilih oleh Joyse, Weil, dan Showers digunakan untuk dua alasan penting.
Pertama, istilah mempunyai makna yang lebih luas dari pada suatu strategi, atau prosedur. Seperti yang telah digunakan disini istilah model pengajaran mencakup suatu pendekatan pengajaran yang luas dan menyeluruh. Misalnya, problem-based model of instruction (model pengajaran berbasis permasalahan), meliputi kelompok-kelompok kecil siswa bekerjasama memecahkan memecahkan suatu masalah yang telah disepakati bersama. Dalam model ini, siswa sering kali menggunakan bermacam-macam keterampilan dan prosedur pemecahan masalah dan berpikir kritis. Jadi, suatu model pengajaran dapat menggunakan sejumlah keterampilan metodologis dan prosedural, seperti merumuskan masalah, mengemukakan pertanyaan, melakukan penelitian, berdiskusi dan memperdebatkan temuan, bekerjasama secara kolaburatif, menciptakan karya seni, dan melakukan presentasi.
Istilah model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi atau prosedur tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah (1) rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Kedua, model pengajaran dapat berpungsi sebagai sarana komunikasi yang penting, apakah yang dibicarakan adalah tentang mengajar di kelas, mobil, atau praktek mengawas anak-anak. Model pengajaran diklasifikasiakan berdasarkan tujuan pembelajaranya, sintaksnya (pola urutan), dan sifat lingkungan belajarya. Penggunaan model pegngajaran tertentu memungkinkan guru dapat mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan bukan tujuan pembelajaran yang lain.
Sintaks suatu model pengajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran. Sintaks pembelajaran menunjukan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru atau siswa, urutan kegiatan-kegiatan tersebut, dan tugas-tugas khusus yang perlu dilakukan oleh siswa.
Sintaks dari bermacam-macam model pengajaran mempunyai komponen-komponen yang sama. Misalnya, boleh dikatakan bahwa semua pembelajaran diawali denag menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Demikian pula, setiap model pengajaran selalu mempunyai tahap “ menutup pembelajaran “ yang berisi merangkum pokok-pokok pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Namun, sintaks yang satu dengan yang lainnya juga mempunyai perbedaan. Misalnya, urutan tahap-tahap kegiatan pada pengajaran langsung berbeda dengan yang terdapat pada pembelajaran kooperatif. Perbedaan-perbedaan inilah, terutama yang berlangsung diantara pembukaan dan penutupan pembelajaran, yang harus dipahami oleh para guru jika model-model tersebut ingin dapat dilaksanakan dengan berhasil.
Setiap model memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang sedikit berbeda. Setiap pendekatan memberikan peran yang berbeda kepada siswa, pada ruang fisik, dan pada sistem sosial kelas. Belajar secara kooperatif, misalnya, memerlukan lingkungan belajar yang fleksibel yang meliputi tersedianya meja dan kursi yang mudah dipindahkan. Sebaliknya, kebanyakan pegajaran langsung dapat berjalan dengan optimal apabila para siswa duduk berhadap-hadapan dengan guru, yang sering kali berdiri di dekat papan tulis. Pada pengajaran langsung, siswa perlu tenang dan memperhatikan uraian serta segala sesuatu yang dilakukan oleh guru. Pada belajar kooperatif, para siswa perlu berkomunikasi antara yang satu dengan yang lainnya.
Arends dan para pakar pembelajaran yang lain, berpendapat bahwa tidak ada model pengjaran yang lebih baik daripada model pegajaran yang lain. Guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pengajaran, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sangat beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini.
Tidaklah cukup bagi guru hanya menggantungkan diri pada satu pendekatan atau metode pembelajaran. Bermodalkan kemampuan melaksanakan berbagai model pengajaran, guru dapat memilih model yang sangat baik untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu atau yang sangat sesuai dengan lingkungan belajar atau sekelompok siswa tertentu. Lagi pula, model berbeda dapat digunakan secara bersama. Misalnya, seorang guru dapat menggunakan pengajaran langsung untuk mengajarkan materi atau keterampilan baru, kemudian diikiuti oleh diskusi kelas untuk melatih siswa berpikir tentang tofik tersebut, lalu membagi siswa menjadi kelompok-kelompok belajar kooperatif, untuk menerapkan keterampilan yang baru diperolehnya dengan membangun pemahamannya sendiri tentang materi pelajaran.
Menguasai sepenuhnya model-model pengajaran yang banyak diterapkan merupakan proses belajar seumur hidup. Model pengajaran yang dimaksud ialah pengajarn langsung, belajar secara kooperatif, dan pengajaran berdasarkan masalah. Jika dipelajari dengan baik model-model pengajaran ini akan memenuhi kebutuhan para guru pada awal karir mengajarnya. Guru yang kreatif akan mengadaptasi model tersebut agar sesuai dengan situasi pembelajaran yang dihadapi. Tetapi perlu diingat, apabila seorang guru terlalu menyimpang dari suatu sintaks model atau lingkungan belajar yang diperlukan, dia tidak lagi menggunakan variasi dari model tersebut, dan tujuan pembelajarn yang dikehendaki mungkin sekali tidakakan tercapai.
B. Beberapa Model Pembelajaran
1. Pengajaran Langsung (Direct Intruction)
Pengajaran langsung merupakan suatu model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher center. Dalam menerapkan model pengajaran langsung, guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa secara langkah demi langkah. Karena dalam pembelajaran peran guru sangat dominan, maka guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi siswa.
a. Landasan Teoritik
Model Pengajaran Langsung bertumpu pada prinsif-prinsif psikologi perilaku dan teori belajar sosial, khususnya tentang pemodelan. Teori belajar sosial tentang pemodelan tingkah laku itu dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurutnya, belajar yang dialami manusia sebagian besar diperoleh dari suatu pemodelan, yaitu meniru perilaku dan pengalaman (keberhasilan dan kegagalan) orang lain.
b. Tujuan Hasil Belajar
Sebagian besar tugas guru ialah membantu siswa memperoleh pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Guru juga membantu siswa untuk memahami pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan tentang sesuatu.
Model pengajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Menghapal hukum atau rumus tertentu dalam bidang strudi matematika merupakan contoh pengetahuan deklaratif sederhana. Sedangkan, bagaimana cara mengoperasikan alat ukur dalam matematika merupakan contoh dari pengetahuan prosedural. Dalam banyak hal, penguasaan terhadap pengetahuan dasar prosedural dan deklaratif terdiri atas penguasaan kegiatan khusus dan kegiatan berurutan.
Selain model pengajaran langsung efektif untuk digunakan agar siswa menguasai suatu pengetahuan prosedural untuk pengetahuan deklaratif sederhana, model ini juga efektif untuk mengembangkan keterampilan belajar siswa. Beberapa keterampilan belajar siswa yang harus dikembangkan seperti menggarisbawahi, membuat catatan, dan membuat rangkuman.
c. Tingkah Laku Mengajar (Sintaks)
Pada model pengajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali pelajaran dengan pekerjaan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran dari guru.
Fase persiapan dan motivasi ini kemudian diikuti oleh presentasi materi ajar yang diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu. Pelajaran itu termasuk juga pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada fase pelatihan dan pemberian umpan balik tersebut, guru perlu selalu mencoba memberikan kesemparan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari ke dalam situasi kehidupan nyata. Rangkuman kelima fase tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
TABEL 1
SINTAKS MODEL PENGAJARAN LANGSUNG
FASE-FASE
PERILAKU GURU
Fase 1.
Menyiapkan tujuan dan mempersiapkan siswa Guru menjelaskan TPK, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar.
Fase 2.
Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan baru Guru mendemonstrasikan keterampilan yang benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
Fase 3.
Membimbing pelatihan Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal
Fase 4.
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan baik Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberikan unpan baik.
Fase 5.
Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.
d. Lingkungan Belajar Dan Sistem Pengelolaan
Pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelasaksanaan yang sangat hati-hati di pihak guru. Agar efektif, pengajaran langsung mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi didefinisikan secara seksama. Demonstrasi dan jadwal pelatihan juga harus direncanakan dan dilaksanakan secara seksama.
Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa, model ini terutama berpusat pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa, terutama melalui memperhatikan, mendengarkan, dan resitasi (Tanya jawab) yang terencana. Ini tidak berarti bahwa pembelajaran bersifat otoriter, dingin, dan tanpa humor. Ini berarti bahwa lingkungan belajar berorientasi pada tugas dan memberi harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik.
2. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif merupaka suatu model pengajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran.
a. Landasan Teoritik
Model Pembelajaran kooperatif ini dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif-konstruktifis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vygotshy, yaitu tentang penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Dia yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap kedalam individu tersebut. Implikasi dari teori Vygotsky ini dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif. Penerapan model pembelajaran kooperatif ini juga sesuai dengan yang dikehendaki oleh prinsif-prinsif CTL yaitu tentang learning community.
b. Tujuan Hasil Belajar Siswa
Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak muda sebenarnya tidak menyukai siswa-siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini melalui penggunaan pembelajaran kooperatif.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keunggulan baik pada siswa kelompok bawah maupun siswa kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa sekelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa sekelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat didalam materi tertentu.
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperetif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat dimana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam.
Semetara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk bekerja dalam situasi kooperatif.
c. Keterampilan Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilaan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibagun dengan mengemangkan komunikasi antara anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan denga membagi tugas antar kelompok selama kegiatan.
Keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Keterampilan Kooperatif Tingkat Awal, meliputi:
a. menggunakan kesepakatan
b. menghargai konstribusi
c. mengambil giliran dan berbagi tugas
d. berada dalam kelompok
e. berada dalam tugas
f. mendorong partisipasi
g. mengundang orang lain untuk berbicara
h. menyelesaikan tugas pada waktunya
i. menghormati perbedaan individu
2. Keterampilan Kooperatif Tingkat Menengah, meliputi:
a. menunjukan penghargaan dan simpati
b. mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima
c. mendengarkan dengan aktif
d. bertanya
e. memuat ringkasan
f. mengatur dan mengorganisir
g. menerima tanggung jawab
h. mengurangi ketegangan
3. Keterampilan kooperatif tingkat mahir, meliputi:
a. mengelaborasi
b. memeriksa dengan cepat
c. menayakan kebenaran
d. menetapkan tujuan
e. berkompromi
d. Tingkah Laku Mengajar (sintaks)
Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi; seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokan kedalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
Enam tahap pelajaran kooperatif itu dapat dilihat pada table 2.
TABEL 2
SINTAKS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
FASE-FASE
TINGKAH LAKU GURU
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi belajar siswa.
Fase 2
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase 5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6
Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
e. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Guru menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembentukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberikan kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu dalam kelompoknya. Jika pelajaran pembelajaran kooperatif ingin menjadi berhasil, maka materi pembelajaran yang lengkap harus tersedia di ruang guru atau di perpustakaan atau di pusat media. Keberhasilan juga menghendaki syarat dari menjauhkan kesalahan tradisional, yaitu secara ketat mengelola tingkah laku siswa dalam kerja kelompok.
Selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan kemampuan untuk membantu teman.
3. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction)
Secara garis besar PBI terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Peranan guru dalam PBI adalah mengajukan masalah, memfasilitasi penyelidikan dan dialog siswa, serta mendukung belajar siswa. PBI diorganisasikan di sekitar situasi kehidupan nyata yang menghindari jawaban sederhana dan mengundang berbagai pemecahan yang bersaing. Adapun ciri-ciri utama PBI meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah, suatu pemusatan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerja sama, serta menghasilkan karya dan peragaan.
a. Landasan Teoritik
Model pengajaran ini sangat efektif untuk mengajarkan proses-proses berpikir tingkat tinggi, membantu siswa memproses informasi yang telah dimilikinya, dan membantu siswa membangun sendiri pengetahuannya tentang dunia sosial dan fisik di sekelilingnya. Pengajaran berdasarkan permasalahan bertumpu pada psikologi kognitif dan pandangan para konstruktivis mengenai belajar. Model pengajaran ini juga sesuai dengan yang dikehendaki oleh prinsip-prinsip CTL, yaitu inkuiri, kontruktivisme, dan menekankan pada berpikir tingkat lebih tinggi.
b. Tujuan Hasil Belajar Siswa
PBI tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. PBI utamanya dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.
c. Tingkah Laku Mengajar (Sintaks)
PBI biasanya terdiri dari lima tahap utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Jika jangkauan masalahnya tidak terlalu kompleks, maka kelima tahapan tersebut mungkin dapat diselesaikan dalam waktu dua sampai tiga kali pertemuan. Namun untuk masalah-masalah yang kompleks mungkin akan membutuhkan setahun penuh untuk menyelesaikannya. Kelima tahapan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
SINTAKS MODEL PENGAJARAN BERDASARKAN PERMASALAHAN
FASE-FASE
TINGKAH LAKU GURU
Fase 1
Orientasi siswa kepada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Fase 3
Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Fase 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Fase 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
d. Lingkungan Belajar Dan Sistem Pengelolaan
Tidak seperti lingkungan belajar yang terstruktur secara ketat yang dibutuhkan untuk pelajaran langsung penggunaan yang hati-hati kelompok kecil pada pembelajaran kooperatif, lingkungan belajar dan system managemen pada PBI dicirikan oleh: terbuka, proses demokrasi, dan peran siswa aktif. Dalam kenyataan, keseluruhan proses membantu siswa untuk menjadi mandiri, siswa yang otonom yang percaya pada keterampilan intelektual mereka sendiri memerlukan keterlibatn aktif dalam lingkungan berorientasi inquiri yang aman secara intelektual. Meskipun guru dan siswa melakukan tahapan pembelajaran PBI yang terstruktur dan dapat diprediksi, norma di sekitar pelajaran adalah norma inquiri terbuka dan bebas mengemukakan pedapat. Lingkungan belajar menekankan pada peranan sentral siswa bukan guru.
C. Strategi-Strategi Belajar
1. Pengertian Strategi-strategi Belajar
Strategi belajar atau strategi kognitif merupakan alat untuk membantu siswa belajar dengan kemampuannya sendiri. Proses ini digunakan untuk membantu siswa “belajar bagaimana belajar”, yaitu bagaimana memahami, menyimpan, dan mengingat kembali keterampilan dan informasi.
2. Tujuan Pengajaran Strategi Belajar
Tujuan utama mengajar strategi belajar adalah untuk menghasilkan pebelajar yang dapat mengendalikan diri sendiri, yang didefinisikan sebagai individu yang dapat: 1) secara teliti mengdiagnosis suatu situasi pembelajaran tertentu, 2) memilih suatu strategi belajar untuk memecahkan suatu masalah belajar yang dihadapi, 3) memonitor keefektifan strategi tersebut, dan 4) cukup termotivasi untuk terlibat dalam situasi pembelajaran sampai tuntas.
3. Landasan Teoritik
Dukungan teoritis untuk strategi-strategi belajar terutama berasal dari teori pemprosesan informasi. Teori tersebut menekankan pentingnya pengetahuan awal dalam belajar. Landasan teoritik strategi belajar ini adalah teori pemprosesan informasi yang bersandar pada pemprosesan sebuah komputer sebagai sebuah analog untuk menjelaskan bagaimana otak bekerja.
Pengorganisasian awal merupakan suatu alat mengajar yang digunakan untuk mengaktifkan skemata di dalam memori jangka panjang yang berhubungan dengan informasi baru yang akan dipelajari. Karena lingkungan terdiri dari banyak rangsangan dan karena memori jangka pendek terbatas, membuat siswa tertarik kepada suatu pengetahuan tertentu adalah penting apabila dikehendaki pelajaran yang berhasil. Bagaimana cara untu membangkitkan perhatian siswa tersedia untuk menjadikan pelajaran berhasil.
4. Jenis-jenis Strategi Belajar
Strategi-strategi belajar dapat dibagi menjadi empat kateori, yaitu:
a. Strategi pengulangan
Strategi pengulangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu strategi pengulangan sederhana terdiri dari pengulangan informasi secara verbal dan strategi pengulangan kompleks terdiri dari penambahan sesuatu yangbermakna pada pengulangan verbal dan memerlukan upaya lebih jauh dari sekedar mengulang informasi.
b. Strategi elaborasi
Untuk membantu dalam proses pengembangan makna informasi baru dengan penambahan rincian dari penemuan hubungan-hubungan.
c. Strategi organisasi
Untuk meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan pembelajaran baru dengan menerapkan struktur pengorganisasian baru pada ide-ide sederhana dan kompleks
d. Strategi metakognitif
Berhubungan dengan berpikir siswa dengan berpikirnya sendiri dari kemampuannya untuk memonitor proses-proses kognitif.
D. Ikhtisar dan Perbandingan Model-model Pengajaran
Ciri-ciri Pengajaran Langsung Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Berdasarkan Masalah Strategi-strategi Belajar
Landasan Teori Psikologi perilaku, teori belajar sosial Teori belajar sosial, konstruktivis Teori kognitif, teori konstruktivis Teori pemprosesan informasi
Pengembangan Teori Bruner, Skiner Dewey, Vygotsky, Slavin, Piaget Dewey, Vygotsky, Piaget Bruner, Ausubel, Vygotsky,
Hasil Belajar Pengetahuan deklaratif dasar, keterampilan akademik Keterampilan akademik dan sosial Keterampilan akademik dan inquiri Keterampilan kognitif dan metakognitif
Ciri Pengajaran Prestasi dan demokrasi yang jelas dari materi ajar, analisis tugas dan tujuan perilaku Kerja kelompok dengan ganjaran kelompok dan struktur tugas Proyek berdasarkan inquiri yang dikerjakan dalam kelompok Pengajaran esiprokal
Karakteristik Lingkugan Terstruktur secara ketat, lingkungan berpusat pada guru Fleksibel demokratik, lingkungan berpusat pada guru Fleksibel, lingkungan berpusat pada inquiri Reflektif, menekankan pada belajar bagaimana belajar
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Oleh Ade Tatang M
I. PENDAHULUAN
Salah satu tujuan pembelajjaran matematika adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplolasi, eksperimen, menunjukan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten. Terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa tersebut tercermin melalui kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersbut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memampaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. (Sandar isi mata pelajaran matematika, Permen Diknas no. 22 th 2006).
Pembelajaran matematika hendaknya lebih berpariasi dari segi metode, strategi maupun model pembelajaran guna mengoftimalkan potensi siswa. Upaya-upaya itu bertumpu pada guru dapat mengatur dan memberdayakan berbagai variabel pembelajaran, merupakan bagian penting dalam keberhasilan siswa untuk mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan pada pelajaran matematika.
Perlu diketahui bahwa keanekaragaman model pembelajran yang hendak disampaikan pada bahan ajar ini lebih merupakan upaya bagaimana menyediakan berbagai alternaif dalam strategi pembelajaran matematika yang hendak disampaikan dan selaras dengan tingkat perkembangan kognitif, apektif, dan psikomotorik peserta di jenjang SMP. Baik tidaknya suatu model pembelajaran atau pemilihan suatu model pembelajaran akan tergantung pada tujuan pembelajarannya, kesesuaian dengan matri yang hendak disampaikan, perkembangan peserta didik, dan juga kemampuan guru dalam mengelola dan memberdayakan semua sumber belajar yang ada.
II. LANGKAH-LANGKAH DALAM MENYIAPKAN PEMBELAJARAN
1. SUMBER BELAJAR
1.1 Luas Sisi Tabung
Perhatikan gambar kaleng-kaleng pada gambar di bawah. Berbentuk bangun ruang apakah kaleng-kaleng itu?
Kaleng-kaleng itu berbentuk tabung. Tabung adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua bidang yang berbentuk lingkaran sebagai sisi alas dan sisi atas dan sebuah bidang lengkung yang merupakan sisi tegak yang disebut selimut tabung.
Hal tersebut dapat digambar sebagai berikut.
Bila tabung dibuka bagian sisi atas dan sisi alasnya serta dipotong sepanjang garis lurus pada selimutnya, seperti pada Gambar 1.1.2 dan diletakkan pada bidang datar, maka akan didapat jaring-jaring tabung, seperti pada Gambar 1.1.3
Untuk lebih meyakinkan kamu, carilah kaleng susu atau kaleng apa saja yang masih berlabel.
Bila label kaleng dipotong seperti Gambar 1.1.4 dan diletakkan pada bidang datar (atau diratakan), maka akan didapat persegipanjang. Tinggi persegipanjang itu sama dengan tinggi kaleng dan panjangnya merupakan keliling alas kaleng.
Sekarang bagaimana kita mencari luas sisi tabung?
Perhatikan gambar tabung yang telah diiris di bawah ini. Luas tabung dapat dicari dengan mencari masing-masing luas sisinya.
Luas tabung = luas sisi tegak + luas sisi atas + luas sisi alas
= luas sisi tegak + 2 luas sisi alas
Bila luas sisi tabung dinamakan L, maka luas sisi tabung adalah
Tentukan luas terkecil aluminium yang diperlukan untuk membuat kaleng yang berbentuk tabung di bawah. (Gunakan = )
1.2. Luas Sisi Kerucut
Pernahkah kamu perhatikan topi petani seperti pada gambar 1.2.1 di bawah ini.
Topi petani itu berbentuk kerucut. Dalam matematika, kerucut tersebut digambarkan seperti Gambar 1.2.2 di bawah ini.
Pada Gambar 1.2.2 diatas, t merupakan tinggi kerucut, r adalah jari-jari alas kerucut dan s disebut garis pelukis.
Bila kerucut dipotong menurut garis pelukis s dan sepanjang alasnya, maka didapat jaring-jaring kerucut. Jaring-jaring kerucut tersebut terdiri dari juring lingkaran yang berjari-jari s dan lingkaran berjari-jari r, seperti yang tampak pada Gambar 1.2.3 di bawah.
Luas sisi kerucut (L) sama dengan jumlah luas selimut ditambah dengan luas alas.
Jadi luas sisi kerucutnya adalah
CONTOH
Carilah luas kerucut di bawah ini.
1.3 Luas Sisi Bola
Pernahkah kamu bermain sepak bola?
Perlengkapan apa yang digunakan untuk bermain sepak bola itu? Bola. Ya benar !
Bola berbentuk bulatan. Dapatkah kamu menyebutkan benda-benda di sekelilingmu yang berbentuk bola ?
Banyak buah-buahan yang berbentuk seperti bola, misalnya jeruk, semangka, melon dan lain-lainnya. Bila kamu perhatikan bola sepak, atau bola basket, dapatkah kamu menentukan titik sudut dan rusuknya?
Bola tidak mempunyai titik sudut dan rusuk. Bola hanya memiliki satu bidang sisi yang lengkung. Bagaimana menghitung luas sisi bola? Lakukan kegiatan berikut.
Kerjakan secara berkelompok.
Alat dan bahan : Irisan setengah bola plastik, paku dan tali secukupnya.
Caranya :
Buatlah irisan setengah bola dan tancapkan paku pada
pusat permukaan lingkaran seperti gambar di bawah ini.
Lilitkan tali pada permukaaan lingkaran pada gambar (a) hingga menutup sebuah permukaan. Ukurlah panjang tali itu, misalkan panjangnya x. Berikutnya lilitkan tali pada permukaan setengah bola hingga menutup seluruh permukaannya, seperti pada gambar (b). Ukurlah panjang tali yang diperlukan, misalkan panjangnya y.
Bandingkan panjang tali y dan x. Benarkah perbandingan y : x = 2 : 1 ? Ataukah perbandingan y dan x mendekati 2:1? Bila perbandingannya hanya mendekati 2:1 maka bulatkan pada bilangan bulat terdekat, sehingga y : x = 2:1.
Bila dinyatakan dalam persamaan, maka y = 2x. Untuk menutupi semua permukaan bola, maka diperlukan tali 2y, sehingga luas sisi bola (L) dirumuskan
L = 2y = 2. 2x = 4x, karena x sama dengan luas lingkaran, maka x = r 2. Sehingga luas sisi bola (L) adalah
SOAL 1
Sebuah benda padat berbentuk bola dengan diameter 4,2 cm. Hitunglah luas permukaan benda itu? ( = ).
SOAL 2
Berapakah jari-jari bola, bila luas sisi bola 78 cm2 dan = .
2. LEMBAR KEGIATAN SISWA
CONTOH LEMBAR KEGIATAN SISWA
Alat peraga yang digunakan dalam menyampaikan materi Luas permukaan tabung, kerucut, dan bola sebagai berikut :
LEMBAR KEGIATAN SISWA
Tabung
1. Tentukan luas terkecil aluminium yang diperlukan untuk membuat kaleng yang berbentuk tabung di samping. (Gunakan π = )
Penyelesaian:
yang diperlukan
untuk membuat kaleng itu adalah 330 cm2.
2. Dalam pesta ulang tahun sering disediakan kue yang berbentuk tabung seperti pada gambar dibawah. Diameter kue adalah 20 cm dan tingginya 5 cm. Tentukan volumenya
Penyelesaian
3. Sebuah perusahaan minuman kaleng memproduksi minuman dalam dua bentuk kaleng
Bentuk kaleng yang pertama mempunyai jari-jari 2 cm dan tinggi 12 cm.
Bentuk kaleng yang kedua mempunyai jari-jari 3 cm dan tinggi 12 cm.
Tentukan perbandingan volume dari kedua bentuk kaleng tersebut.
Oleh Ade Tatang M
I. PENDAHULUAN
Salah satu tujuan pembelajjaran matematika adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplolasi, eksperimen, menunjukan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten. Terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa tersebut tercermin melalui kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersbut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memampaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. (Sandar isi mata pelajaran matematika, Permen Diknas no. 22 th 2006).
Pembelajaran matematika hendaknya lebih berpariasi dari segi metode, strategi maupun model pembelajaran guna mengoftimalkan potensi siswa. Upaya-upaya itu bertumpu pada guru dapat mengatur dan memberdayakan berbagai variabel pembelajaran, merupakan bagian penting dalam keberhasilan siswa untuk mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan pada pelajaran matematika.
Perlu diketahui bahwa keanekaragaman model pembelajran yang hendak disampaikan pada bahan ajar ini lebih merupakan upaya bagaimana menyediakan berbagai alternaif dalam strategi pembelajaran matematika yang hendak disampaikan dan selaras dengan tingkat perkembangan kognitif, apektif, dan psikomotorik peserta di jenjang SMP. Baik tidaknya suatu model pembelajaran atau pemilihan suatu model pembelajaran akan tergantung pada tujuan pembelajarannya, kesesuaian dengan matri yang hendak disampaikan, perkembangan peserta didik, dan juga kemampuan guru dalam mengelola dan memberdayakan semua sumber belajar yang ada.
II. LANGKAH-LANGKAH DALAM MENYIAPKAN PEMBELAJARAN
1. SUMBER BELAJAR
1.1 Luas Sisi Tabung
Perhatikan gambar kaleng-kaleng pada gambar di bawah. Berbentuk bangun ruang apakah kaleng-kaleng itu?
Kaleng-kaleng itu berbentuk tabung. Tabung adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua bidang yang berbentuk lingkaran sebagai sisi alas dan sisi atas dan sebuah bidang lengkung yang merupakan sisi tegak yang disebut selimut tabung.
Hal tersebut dapat digambar sebagai berikut.
Bila tabung dibuka bagian sisi atas dan sisi alasnya serta dipotong sepanjang garis lurus pada selimutnya, seperti pada Gambar 1.1.2 dan diletakkan pada bidang datar, maka akan didapat jaring-jaring tabung, seperti pada Gambar 1.1.3
Untuk lebih meyakinkan kamu, carilah kaleng susu atau kaleng apa saja yang masih berlabel.
Bila label kaleng dipotong seperti Gambar 1.1.4 dan diletakkan pada bidang datar (atau diratakan), maka akan didapat persegipanjang. Tinggi persegipanjang itu sama dengan tinggi kaleng dan panjangnya merupakan keliling alas kaleng.
Sekarang bagaimana kita mencari luas sisi tabung?
Perhatikan gambar tabung yang telah diiris di bawah ini. Luas tabung dapat dicari dengan mencari masing-masing luas sisinya.
Luas tabung = luas sisi tegak + luas sisi atas + luas sisi alas
= luas sisi tegak + 2 luas sisi alas
Bila luas sisi tabung dinamakan L, maka luas sisi tabung adalah
Tentukan luas terkecil aluminium yang diperlukan untuk membuat kaleng yang berbentuk tabung di bawah. (Gunakan = )
1.2. Luas Sisi Kerucut
Pernahkah kamu perhatikan topi petani seperti pada gambar 1.2.1 di bawah ini.
Topi petani itu berbentuk kerucut. Dalam matematika, kerucut tersebut digambarkan seperti Gambar 1.2.2 di bawah ini.
Pada Gambar 1.2.2 diatas, t merupakan tinggi kerucut, r adalah jari-jari alas kerucut dan s disebut garis pelukis.
Bila kerucut dipotong menurut garis pelukis s dan sepanjang alasnya, maka didapat jaring-jaring kerucut. Jaring-jaring kerucut tersebut terdiri dari juring lingkaran yang berjari-jari s dan lingkaran berjari-jari r, seperti yang tampak pada Gambar 1.2.3 di bawah.
Luas sisi kerucut (L) sama dengan jumlah luas selimut ditambah dengan luas alas.
Jadi luas sisi kerucutnya adalah
CONTOH
Carilah luas kerucut di bawah ini.
1.3 Luas Sisi Bola
Pernahkah kamu bermain sepak bola?
Perlengkapan apa yang digunakan untuk bermain sepak bola itu? Bola. Ya benar !
Bola berbentuk bulatan. Dapatkah kamu menyebutkan benda-benda di sekelilingmu yang berbentuk bola ?
Banyak buah-buahan yang berbentuk seperti bola, misalnya jeruk, semangka, melon dan lain-lainnya. Bila kamu perhatikan bola sepak, atau bola basket, dapatkah kamu menentukan titik sudut dan rusuknya?
Bola tidak mempunyai titik sudut dan rusuk. Bola hanya memiliki satu bidang sisi yang lengkung. Bagaimana menghitung luas sisi bola? Lakukan kegiatan berikut.
Kerjakan secara berkelompok.
Alat dan bahan : Irisan setengah bola plastik, paku dan tali secukupnya.
Caranya :
Buatlah irisan setengah bola dan tancapkan paku pada
pusat permukaan lingkaran seperti gambar di bawah ini.
Lilitkan tali pada permukaaan lingkaran pada gambar (a) hingga menutup sebuah permukaan. Ukurlah panjang tali itu, misalkan panjangnya x. Berikutnya lilitkan tali pada permukaan setengah bola hingga menutup seluruh permukaannya, seperti pada gambar (b). Ukurlah panjang tali yang diperlukan, misalkan panjangnya y.
Bandingkan panjang tali y dan x. Benarkah perbandingan y : x = 2 : 1 ? Ataukah perbandingan y dan x mendekati 2:1? Bila perbandingannya hanya mendekati 2:1 maka bulatkan pada bilangan bulat terdekat, sehingga y : x = 2:1.
Bila dinyatakan dalam persamaan, maka y = 2x. Untuk menutupi semua permukaan bola, maka diperlukan tali 2y, sehingga luas sisi bola (L) dirumuskan
L = 2y = 2. 2x = 4x, karena x sama dengan luas lingkaran, maka x = r 2. Sehingga luas sisi bola (L) adalah
SOAL 1
Sebuah benda padat berbentuk bola dengan diameter 4,2 cm. Hitunglah luas permukaan benda itu? ( = ).
SOAL 2
Berapakah jari-jari bola, bila luas sisi bola 78 cm2 dan = .
2. LEMBAR KEGIATAN SISWA
CONTOH LEMBAR KEGIATAN SISWA
Alat peraga yang digunakan dalam menyampaikan materi Luas permukaan tabung, kerucut, dan bola sebagai berikut :
LEMBAR KEGIATAN SISWA
Tabung
1. Tentukan luas terkecil aluminium yang diperlukan untuk membuat kaleng yang berbentuk tabung di samping. (Gunakan π = )
Penyelesaian:
yang diperlukan
untuk membuat kaleng itu adalah 330 cm2.
2. Dalam pesta ulang tahun sering disediakan kue yang berbentuk tabung seperti pada gambar dibawah. Diameter kue adalah 20 cm dan tingginya 5 cm. Tentukan volumenya
Penyelesaian
3. Sebuah perusahaan minuman kaleng memproduksi minuman dalam dua bentuk kaleng
Bentuk kaleng yang pertama mempunyai jari-jari 2 cm dan tinggi 12 cm.
Bentuk kaleng yang kedua mempunyai jari-jari 3 cm dan tinggi 12 cm.
Tentukan perbandingan volume dari kedua bentuk kaleng tersebut.
Kamis, 18 Desember 2008
Sekilas Dalam Kontek Pembelajaran di Kelas
Pembelajaran matematika hendaknya lebih berpariasi dari segi metode, strategi maupun model pembelajaran guna mengoftimalkan potensi siswa. Upaya-upaya itu bertumpu pada guru dapat mengatur dan memberdayakan berbagai variabel pembelajaran, merupakan bagian penting dalam keberhasilan siswa untuk mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan pada pelajaran matematika.
Pembelajaran matematika hendaknya lebih berpariasi dari segi metode, strategi maupun model pembelajaran guna mengoftimalkan potensi siswa. Upaya-upaya itu bertumpu pada guru dapat mengatur dan memberdayakan berbagai variabel pembelajaran, merupakan bagian penting dalam keberhasilan siswa untuk mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan pada pelajaran matematika.
Salah satu tujuan pembelajjaran matematika adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplolasi, eksperimen, menunjukan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten. Terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa tersebut tercermin melalui kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersbut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memampaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. (Sandar isi mata pelajaran matematika, Permen Diknas no. 22 th 2006).
Langganan:
Postingan (Atom)