Selasa, 13 Januari 2009

MAKALAH

USAHA GURU DALAM MELIBATKAN SISWA
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
ANTARA TEORI DAN PENGALAMAN

Oleh: Ade Tatang M

A. Pendahuluan
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga salah tugas pada mata kuliah perencanaan pembelajaran matematika dapat diselesaikan. Gagasan yang menjadi fokus perhatian dalam tulisan adalah tentang suatu usaha guru dalam melibatkan siswa dalam pembelajaran matematika antara teori dan pengalaman.
Gagasan dan pemikiran yang dicoba disajikan dalam tulisan ini tidak hanya berdasarkan kajian teoritis saja, tetapi didasarkan pula pada realita dari berbagai temuan dan pengalaman dalam berinteraksi selama bertahun-tahun menjadi guru matematika. Namun tentu saja penyajian tulisan ini tidak bermaksud menggurui siapapun, tetapi hanyalah bersifat mengidentifikasi masalah-masalah yang mendasar dan alternatif solusinya yang dipandang strategis.
Selain itu, melalui tulisan ini mudah-mudahan menjadi suatu bekal pengalaman yang berharga bagi penulis dalam membangun profesionalime sebagai guru yang mandiri.

B. Permasalahan
Jika kita sejenak merenung melakukan sebuah refleksi, mengkaji lingkungan kehidupan yang tak terpisahkan dengan dunia pendidikan termasuk pendidikan matematika, maka ada beberapa hal yang rasanya perlu dipahami dan disadari oleh kita, walaupun mungkin “menyesakan dada kita”, dan “kita harus berbuat apa?”, diantaranya: Secara makro, messo dan mikro banyak perbuatan-perbuatan pendidikan termasuk dalam pendidikan matematika yang inkonsisten di antara fakta, kebijakan, teori maupun filsafahnya. Sebagai akibatnya dalam memilih kebijakan yang dianggap tepat, terbaik, paling bermanfaat, dan kemungkinan keterlaksnaannya menjadi tidak serasi atau inkonsistensi dengan keberadaan fakta-faktanya, teori yang dianutnya, dan tidak pula dengan falsafah sebagai esensi tentang teori, kebijakan dan fakta. Sistem pengelolaan birokrasi khususnya tentang pendidikan sering dilakukan bukan untuk menyelesaikan masalah, melainkan justru menambah masalah baru, sehingga permasalahan pendidikan semakin menggunung. Selain itu kualitas pendidikan kita yang masih rendah, atau mungkin “kualitas pendidikan terus menerus menurun. Menurut Syarif (Kepala BKKBN pusat) mengungkapkan bahwa IPM (HDI) RI pada tahun 2007 ini ada pada urutan ke-108 dari 117 negara berdasarkan penilaian UNDP, posisi Indonesia jauh lebih rendah dari Vietnam, Kamboja, bahkan Laos. (Pikiran Rakyat, 3 Mei 2007). Kondisi ini menunjukkan bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia, dan tentu saja termasuk bagaimana kualitas pendidikan matematikanya ?. Begitu juga secara internal atau secara khusus sudah kita ketahui bersama bahwa karakteristik matematika adalah deduktif, aksiomatik, formal, dan abstrak. Sedangkan keberadaan siswa di SD, SMP, dan sebagian besar di SMA tetap masih dipandang sebagai anak, bukan bentuk mikro orang dewasa. Namun mereka adalah individu yang potensial, sehingga dapat ditumbuhkembangkan secara optimal oleh pendidik atau guru sebagai manajer dalam pembelajaran matematika di kelas. Keberadaan kutub anak didik dan kutub matematika yang relatif berbeda merupakan peran dan tanggungjawab guru/ pendidik sebagai fasilitator dan motivator.

C. Usaha gruru dalam melibatkan siswa
1. Menerapkan Model Pembelajaran yang tepat
Joyce (1987) mengklasifikasikan pendekatan mengajar atas empat golongan, yaitu: (1) model interaksi sosial yang menekankan pada hubungan antara individu atau pengembangan kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain; (2) model pemrosesan-informasi, yaitu model yang mengacu pada cara manusia mengatasi rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, memahami masalah, mengembangkan konsep dan memecahkan masalah, dan menggunakan simbol-simbol verbal dan nonverbal; (3) model personal berorientasi pada pengembangan diri individu, yaitu, ditekankan pada proses yang mengarahkan individu membangun dan mengorganisasikan kenyataan yang unik; dan (4) model modifikasi tingkah laku dan cybernetic yang mengembangkan sistem efisien untuk tugas belajar yang runtut dan membentuk tingkah laku dengan memanipulasi penguatan.
Pada dasarnya kegiatan pembelajaan merupakan hasil kolaburasi antara tiga komponen pembelajaran utama, yakni siswa, kompetensi guru, dan fasilitas pembelajaran. Ketiga komponen tersebut pada akhirnya bermuara pada area proses dan model pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif dalam pembelajaran matematika antara lain memiliki nilai relevansi dengan pencapaian daya matematika dan memberi peluang untuk bangkitnya kreativitas guru. Kemudian berpotensi mengembangkan suasana belajar mandiri selain dapat menarik perhatian siswa dan sejauh mungkin memanfaatkan momentum kemajuan teknologi khususnya dengan mengoptimalkan fungsi teknologi informasi.
Agar tujuan pembelajaran Matematika dapat tercapai dengan maksimal, maka harus diupayakan agar semua siswa lebih mengerti dan memahami materi yang diajarkan daripada harus mengejar target kurikulum tanpa dibarengi pemahaman materi. Dalam prakteknya, pembelajaran berorientasi pada siswa ini dapat dilaksanakan dengan cara pendampingan siswa satu persatu atau per kelompok. Penjelasan materi dan contoh pengerjaan soal diberikan secara klasikal di depan kelas. Kemudian ketika siswa mengerjakan latihan soal guru (beserta asistennya) keliling untuk memperhatikan siswa secara personal. Tugas guru adalah membantu siswa agar dapat menyelesaikan tugasnya sampai benar. Siswa yang pandai akan mendapat perhatian yang kurang sementara siswa yang lemah akan mendapat perhatian yang lebih intensif.
Hal yang paling esensial ketika mendampingi (terutama bagi yang berkemampuan rendah) adalah menumbuhkan keyakinan dalam diri siswa bahwa saya (baca: siswa) bisa dan mampu mengerjakan soal. I can do it. Guru harus berusaha menghilangkan persepsi dalam diri siswa bahwa matematika itu sulit dan mengusahakan agar siswa memiliki pengalaman bahwa belajar matematika itu mudah dan menyenangkan. Kiranya model pembelajaran ini dapat berjalan efektif jikalau kapasitas siswa setiap ruang adalah berkisar 15 - 20 siswa. Tetapi jika lebih, maka pembelajaran model yang demikian tetap dapat berlangsung namun harus dibantu oleh beberapa guru atau asisten.
2. Melakukan Pengelolaan Kelas yang Tepat
Pada dasarnya kegiatan guru dikelas mencakup dua aspek utama, yaitu masalah pembelajaran dan masalah pengelolaan kelas. Seorang guru akan berhadapan pada suatu permasalahan baik masalah individu maupun masalah masalah kelompok.
a. Masalah Individu
Asumsi yang mendasari masalah individu adalah bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki atau merasa dirinya berguna dan dibutuhkan. Jika individu gagal dalam mendapatkannya, maka ia akan bertingkah laku secara berurutan dimulai dari yang paling ringan sampai denga yang paling berat.
b. Masalah Kelompok
Terdapat tujuh masalah kelompok yang berkaitan dngan pengelolaan kelas, yaitu: (1) Hubungan tidak harmonis, (2) Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok, (3) Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok, (4) Penerimaan kelompok atas tingkah laku yang menyimpang, (5) Penyimpangan anggota kelompok dari ketentuan yang ditetapkan, (6) Tidak memiliki teman, tidak mau bekerja, atau bertingkah laku yang negatif, (7) Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.
b. Selain mengetahui permasalahan secara individu maupun kelompok, juga dalam melakukan sebuah pengelolaan kelas harus di dasarkan pada suatu pendekatan yang tepat dalam menyelesaikannya, diantaranya: (1) Pendekatan Pengubahan tingka laku, ini didasarkan pada suatu teori yang mengatakan bahwa semua tingkah laku baik yang sesuai maupun tidak sesuai adalah hasil belajar. Pendekatan tingkah laku ini dibangun atas dasar keyakinan bahwa ada empat proses dalam belajar yang berlaku bagi semua orang pada semua tingkatan umur, yaitu: Penguatan positif, penghukuman, penghilangan, dan penguatan negatif. (2) Pendekatan Iklim Sosio Emosional, ini didasarkan pada suatu keyakinan bahwa pengelolaan kelas yang efektif merupakan fungsi dari hubungan yang positif antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa, dengan guru sebagai penentu utama hubungan interpersonal dan iklim kelas. (3) Pendekatan Proses Kelompok, ini mendasarkan pada prinsip-prinsip psikologi sosial dan dinamika kelompok. Empat asumsi dasar yang diadopsi dari pendekatan proses kelompok, yaitu: Kegiatan sekolah berlangsung dalam suasana kelompok, tugas pokok guru adalah mempertahankan dan mengembangkan suasana kelompok yang efektif dan produktif, kelas adalah suatu sistem sosial yang memiliki ciri-ciri sebagaimana yang dimiliki oleh sistem sosial masing-masing siswa, tugas pengelola kelas adalah mengembangkan dan mempertahankan kondisi yang dimaksud dan menggunakan sebuah prosedur dalam pananganannya, yaitu: (1) Tidakan Preventif, meliputi: Peningkatan kesadaran diri, Peningkatan kesadaran siswa, inisialisasi sikap tulus dari guru, mengenal dan menemukan suatu alternatif . (2) Tindakan Kuratif, meliputi: Pengidentifikasian, membuat rencana, menetapkan waktu pertemuan, menjelaskan maksud pertemuan, menunjukan bahwa guru pun bisa berbuat salah, guru berusaha membawa siswa pada masalahnya, dan bila pada pertemuan siswa tidak responsif guru dapat mengajak siswa untuk berdiskusi.

1. Karakteristik Siswa
Untuk dapat memperlancar proses belajar siswa, seorang guru perlu memperhatikan faktor yang terdapat pada diri siswa maupun faktor lingkungan yang perlu dimanipulasinya. Karakteristik siswa tersebut, meliputi:
a. Kemampuan Awal Siswa
Kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa sebelum ia mengikuti pelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan disampaikan. Kemampuan awal siswa penting untuk diketahui guru sebelum memulai pembelajaran, karena dengan demikian dapat diketahui apakah siswa telah mempunyai pengetahuan awal yang merupakan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran, sejauhmana siswa mengetahui materi apa yang akan disajikan. Kemampuan awal siswa dapat diukur melalui tes awal, interview, atau cara-cara lain yang cukup sederhana seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan secara acak dengan distribusi perwakilan siswa yang refresentatif.
b. Motivasi
Motivasi dapat didefinisikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Apabila siswa mempunyai motivasi yang tinggi, maka ia akan : (1) memperlihatkan minat dan mempunyai perhatian, (2) bekerja keras dan memberikan waktu pada usaha tersebut, (3) terus bekerja sampai tugas dapat diselesaikan.
Berdasarkan sumbernya motivasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Motivasi instrinsik, yaitu motivasi yang datang dari dalam diri siswa, dan motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar diri siswa.
Dibawah ini diberikan saran-saran bagaimana guru dapat meningkatkan motivasi bagi siswa, yaitu:
1. Setiap materi perlu dibuat menarik
2. Setiap proses pembelajaran diusahan untuk membuat siswa aktif
3. Menerapkan teknik-teknik modifikasi tingkah laku untuk membantu siswa bekerja keras.
4. Memberikan petunjuk dan indikator pencapaian yang jelas.
5. Memperhitungkan perbedaan kemampuan individualantar siswa, latar belakang, dan sikap siswa terhadap sekolah atau mata pelajaran.
6. Mengusahakan untuk memenuhi kebutuhan defisiensi siswa, yaitu kebutuhan fsikologis, rasa aman, diakui oleh kelompoknya, serta penghargaan dengan jalan: memperhatikan kondisi fisik siswa, memberi rasa aman, menunjukan bahwa guru memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar sehingga setiap siswa pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan, mengarahkan pengalaman belajar kekeberhasilan dan membuat siswa tingkat aspirasi yang realistik, mempunyai orientasi pada prestasi, serta mempunyai konsep diri yang positif.
7. Mengusahakan agar terbentuk kebutuhan untuk berprestasi, rasa percaya diri.
8. Membuat siswa ingin menerapkan apa yang telah dipelajari dan ingin belajar lebih banyak lagi.

c. Perhatian
Didalam proses belajar mengajar, perhatian merupakan paktor yang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan proses pembelajaran bagi siswa. Dengan perhatian dapat memuat siswa: mengarahkan diri ketugas yang akan diberikan, melihat masalah-masalah yang akan diberikan, memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal yang tidak relevan. Cara-cara yang dapat dipakai guru untuk dapat menarik perhtian bagi siswa antara lain: Mengetahui minat siswa, memberikan pengarahan, menjelaskan tujuan-tujuan belajar , mengadakan tes awal atau kuis.

d. Persepsi
Persesi merupakan suatu proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperolehnya dari lingkungannya. Hal-hal yang umum yang perlu diketahui oleh seorang guru mengenai persepsi, antara lain: makin tepat persepsi siswa mengenai sesuatu semakin mudah siswa untuk mengingatnya, pelajaran perlu menghindari adanya persepsi yang salah karena akan memberikan persepsi yang salah pula pada siswa tentang apa yang dipelajari, bila ada strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan dengan menggunakan alat peraga maka perlu diusahakan agar penggati benda tersebut mendekati aslinya.
e. Retensi
Retensi adalah kemampuan untuk mengingat materi yang telah dipelajari. Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: (1) yang dipelajari pada permulaan, (2) belajar melebihi penguasaan, dan (3) pengulangan dengan interval waktu.
Strategi yang dapat diterapkan guru untuk meningkatkan retensi siswa dalam pembelajaran, yaitu :
1. Mengetahui bahwa kekompleksan respon yang diinginkan masih berada dalam batas kemampuan siswa, dan masih berkisar pada apa yang telah dipelajari sebelumnya.
2. Memberikan latihan-latihan.
3. Membuat situasi belajar yang jelas dan spesifik.
4. Membuat situasi belajar yang relevan dan bermakna.
5. Memberikan penguatan terhadap respons siswa.
6. Memberikan latihan dan mengulang secara periodik.
7. Memberikan situasi belajar tambahan dimana siswa tidak hanya belajar materi baru.
8. Mencari peluang-peluang yang terdapat didalam situasi belajar baru.
9. Mengusahakan agar materi ajar yang dipelajari bermakna dan disusun dengan baik.
10. Memberikan resetasi karena guru akan meningkatkan praktik siswa.

f. Transfer
Transfer merupakan kemampuan untuk menggunakan apa yang dipelajari untuk menyelesaikan masalah-masalah baru, menjawab pertanyaan-pertanyaan baru, atau memfasilitasi pembelajaran materi pelajaran yang baru. Bentuk transfer dapat berupa: (1) transfer positif, yaitu pengalaman sebelumnya dapat membantu pembentukan penampilan siswa dalam tugas selanjutnya, (2) transfer negatif, artinya pengalaman sebelumnya justru menghambat penampilan didalam tugas baru, dan (3) ransfer nol, terjadi bila pengalaman masa lalu tidak mempengarui penampilan selanjutnya.
Beberapa upaya guru untuk meningkatkan transfer dalam pembelajaran, diantaranya:
1. Mengusahakan siswa benar-benar telah menguasai apa yang telah dipelajari sebelumnya.
2. Mengusahakan agar siswa aktif telibat dalam menemukan konsep.
3. Mengusahakan agar siswa dapat merencanakan sendiri kesempatan untuk melakukan tugasnya.
4. Memberikan tugas-tugas yang serupa agar siswa mendapat kesempatan untuk mengorganisasikan kembali pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan konsep atau teorema.
5. Mengusahakan agar pembelajaran yang diberikan merupakan sesuatu yang bermakna bagi siswa.
6. Memberikan sebanyak mungkin situasi baru, sehingga siswa akhirnya akan dapat mengadakan generalisasi tentang apa yang dipelajari.
g. Sikap
Sikap adalah keadaan internal seseorang yang dapat mempengaruhi tingkah laku terhadap suatu objek atau kejadian disekitarnya. Komponen sikap terdiri dari : (1) kognisi, pengetahuan, keyakinan, terhadap apa yang telah dipelajari, (2) afeksi, perasaan senang atau tidak senang, (3) perilaku, seperti berpikir kritis, logis, cermat, dll.
2. Karakteristik Guru
Kegiatan mengajar yang dilakukan guru berorientasi pada kemampuan kognitif, afektif, dan kemampuan psikomotor.
Dalam kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan yang meliputi:
a. Kompetensi Psikologis
Faktor yang turut menentukan suatu keberhasilan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran merupakan tugas guru yaitu keterbukaan fsikologis guru. Keterbukaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai panutan bagi siswa. Ditinjau dari sudut fungsi dan signifikasinya, keterbukaan psikologis merupakan karakteristik kepribadian yang penting bagi guru dala hubungannya sebagai pengarah belajar.

b. Kompetensi Kognitif
Kompetensi kognitif merupakan konpetensi utama yang harus dimiliki oleh setiap guru profesional. Terkait dengan tugas dan profesi sebagai guru, kompetensi kognitif merupakan pengetahuan, dalam hal ini mencakup: (1) kategori pengetahuan kependidikan dan keguruan, (2) kategori pengetahuan dalam bidang studi, meliputi: ilmu pendidikan, psikologi pendidikan, psikologi perkembangan anak, psikologi social, dan administrasi pendidikan. Sedangkan pengetahuan pendidikan meliputi: metode mengajar, kajian kurikulum, media pembelajaran, teknik evaluasi, dan keterampilan mengajar. Selain pengetahuan terhadap bidang studi, wawasan yang luas tentang pengetahuan umum lainnya oleh guru, akan sangat membantu guru dalam mengelola suatu pembelajaran.

c. Kompetensi Afektif
Kemampuan afektif guru bersifat tertutup dan abstrak, sehingga sangat sukar untuk mengidentifikasi. Kompetensi afektif meliputi seluruh fenomena perasaan dan emosi seperti halnya: cinta, benci, senang, sedih, serta sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang lain. Sebagai pemberi layanan pada siswa, guru seyogyanya memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri, kompentensi ini akan cukup berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kualitas dan kuantitas layanan pada siswa.



d. Kompetensi Psikomotor
Kompetensi psikomotor meliputi keterampilan yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar. Keterampilan mengajar mencakup keterampilan ekspesi verbal dan non verbal tertentu yang direfleksikan guru ketika mengelola proses belajar mengajar. Dalam merefleksikan ekspresi verbal guru diharapkan trampil, fasih dan lancar berbicara baik ketika menyampaikan materi pelajaran maupun ketika menjawab pertanyaa-pertanyaan dari siswa. Keterampilan ekspresi nonverbal yang harus dikuasai guru antara lain: mendemonstrasikan materi pelajaran, memperagakan proses terjadinya sesuatu dengan alat peraga, mengoperasikan media pembelajaran, menulis dan memuat gambar di papan tulis.

Tidak ada komentar: